"Perhatian-perhatian! Ayo nengok dulu sini ke arah orang ganteng!"
Tiga puluh satu pasang mata menatap lurus ke arah Rafael yang berdiri di depan papan tulis. Tidak ada yang menunjukkan wajah tertarik, semua kompak menatap malas.
Sudah sekitar dua minggu mereka sekelas dengan cowok itu, selama itu pula mereka sudah hapal dengan tingkah usil Rafael.
Seperti dua hari yang lalu contohnya, dengan rusuh Rafael menggedor-gedor papan tulis agar semua pasang mata yang ada di dalam ruangan ini mau menoleh ke arahnya. Mereka pikir ada hal yang penting, namun ternyata yang dilakukan cowok itu malah menyanyikan refrain lagunya Jazz yang berjudul 'Teman Bahagia' spesial untuk Echa. Tak lupa dengan properti pelengkap berupa gagang sapu yang mendadak dijadikan gitar jadi-jadian.
Seperti ini liriknya. "Per-ca-ya aku takkan kemana-mana, aku kan selalu ada, temani hingga hari tua. Per-ca-ya, aku takkan kemana-mana, setia akan ku jaga, kita teman bahagia~"
Tetapi sayang, belum sempat Rafael menyelesaikan lagu itu Dini sudah melempar botol mineral kosong ke arahnya dan langsung mengenai jidat cowok itu sampai benjol. Kata Dini suara Rafael jelek, membuat telinganya sakit. Hal itu sontak membuat tawa di ruangan kelas 10. IPA -2 ini pecah.
"Cepetan mau ngomong apa?! Kalau gak penting kayak kemarin. Bukan cuma botol, tapi kotak pensil, dan tas gue juga bakalan gue lempar ke muka lo!" Dini berujar dengan raut sebal. Gadis yang duduk di bangku paling depan itu sudah bersiap memasang ancang-ancang.
"Eits, siapa bilang gak penting? Menurut gue, semua yang berhubungan dengan Echa itu PENTING!" balas Rafael. Ia sengaja menekan kata 'penting' membuat sorakan dari teman-teman sekelasnya terdengar jelas dan serentak.
"Huuuuuuu~"
Echa menutup wajah karena malu. Sedangkan Dini langsung berdiri dan menggulung lengan seragam putihnya tinggi-tinggi. "Ngomong sekali lagi coba! Ayo, ngomong sini!"
Rafael memutar bola mata malas. "Iyaa! Udah cukup dramanya hari ini. Semuanya ayo dengerin dulu pengumuman dari ketua kelas yang ganteng ini."
Hening, semua yang ada di dalam ruang kelas itu kompak mengunci mulut mereka. Sedikit informasi, semenjak dua minggu yang lalu Rafael juga sudah resmi menjadi ketua kelas. Singkatnya, dari tiga calon ketua kelas yang diajukan oleh wali kelas mereka saat itu, Rafael salah satunya.
Kelas 10. IPA -2 yang didominasi oleh anak SMP Garuda itu lebih memilih Rafael hanya karena tahu sifat cowok itu yang terbilang santai. Berbeda dengan dua orang calon lainnya. Rumor yang beredar, mereka berdua salah satu murid pandai yang terkenal disiplin. Itu sebabnya mereka memilih Rafael.
Toh, dengan begitu mereka tidak akan terlalu dikekang. Apalagi jika ada tugas yang diberikan oleh guru yang berhalangan masuk. Bisa dibayangkan sendiri. Mereka yakin jika Rafael tidak akan mendesak mereka. Jangankan bersikap seperti itu, Rafael pastilah yang malah lambat mengerjakan tugas tersebut.
Tenang, jika pun dimarahi pasti ketua kelas yang akan kena terlebih dahulu, jadi santai saja. Kalau kata Mang Udin, penjual pentol di kantin sekolah mereka. "Selow wae lah. Selow.."
"Jadiiiiiii," Rafael menggantungkan kalimatnya sebentar. Menarik kedua sudut bibirnya lalu bergegas melanjutkan, "hari ini Bu Naima gak masuk dan kita cuma dikasih catatan. Yeeeeeeeeeeeeeey."
Masih hening.
Rafael menggaruk belakang telinganya. "Kalian semua gak ada yang senang?"
Tak lama, sebuah kotak bekal kosong melayang kemudian jatuh mengenai perutnya, membuat cowok itu mengaduh. Rafael berdecak, sambil menatap tajam ke arah pelakunya--Dini.
"Lo jadi ketua kelas kok gak becus banget sih? Kita-kita juga udah pada tahu kali kalau Bu Naima hari ini gak masuk," ujar Dini. Kesal bin sebal. Ia bersiap berdiri, namun beruntung Echa yang duduk di sebelahnya menahan lengan cewek itu.
"Huuuuuuuuuuuu~"
"Bentar-bentar. Lo semua kok udah pada tau?" tanya Rafael heran.
"Makanya tadi malam buka grup Pak Ketu!"
Zeta menghela napas, lalu memilih meletakkan kepala ke atas meja. Zeta berani taruhan jika sebentar lagi kelasnya pasti akan sangat gaduh karena ulah Rafael.
Zeta menggerakkan matanya untuk memperhatikan Arkan yang sedang mengobrol dengan teman-teman cowok yang ada di bangku paling belakang. Tempat duduk Zeta yang terletak di barisan nomor tiga membuatnya tidak kesulitan, cukup strategis jika mengamati cowok itu dari sini.
"Lo suka sama Arkan?"
Zeta mengangkat kepala, menoleh ke arah Dara yang duduk di sebelahnya, lalu menggeleng.
"Oh, kirain." Dara mengambil pulpen hitam yang ada di kolong meja lalu lanjut menyalin catatan yang ada di papan tulis.
"Dar, gue boleh tanya gak?" Zeta kembali bersuara.
"Boleh, tanya aja. Asal jangan tanya materi eksponen yang dijelasin sama Pak Toto kemarin aja, gue gak ngerti kalau yang itu."
"Bukan kok, gue mau tanya yang lain." Tangan kanan Zeta terulur untuk meraih buku tulis dan pulpen yang ada di hadapannya. Lalu melakukan aktivitas yang sama seperti Dara, menyalin catatan.
"Lo udah kenal lama sama Arkan?"
Dara mengangguk. "Dibilang lama, gak juga sih. Gue sekelas sama dia waktu kelas tujuh, lanjut di kelas delapan, terus ketemu lagi di kelas sembilan. Tapi berhubung tiga bulan sebelum semester dua dia pindah sekolah, jadi ya gitu. Seperti yang gue bilang sama lo waktu itu, hampir tiga tahun. Gak juga sih, tapi pokoknya gitu lah. Lo ngerti aja kan?"
"Arkan pindah gara-gara apa?"
"Hmm.. Gue kurang tau kalau yang itu."
Zeta mengangguk. "Berarti lo tahu dong kalau Arkan itu pernah pacaran sama Raya?"
Gerakan tangan Dara yang sedang menulis terhenti. "Raya anak SMP Garuda? Yang itu?" sambil menoleh ke belakang, tangannya menunjuk ke arah Raya yang duduk di bangku kedua dari belakang tempat duduknya.
"Iya. Mereka pacarannya lama ya?"
"Oh, enggak. Setahu gue sih pacarannya dari pertengahan kelas delapan, tapi putus waktu awal kelas sembilan."
"Mereka kok bisa pacaran? Hmm.. Bukan gitu. Maksud gue, mereka kan beda sekolah, kenal di mana? Apa emang udah kenal lama?" tanya Zeta lagi.
Dara tampak berpikir. "Gue gak tahu pasti mereka kenal di mana. Tapi kata Kanya sih, Arkan itu punya sahabat, anak SMP Garuda. Nah, sahabatnya Arkan itu kenal sama Raya. Mungkin kenal dekat atau apa gue juga gak tahu, yang pasti sahabatnya itu yang kenalin Raya ke Arkan."
Zeta terdiam, sahabat katanya? Setahu Zeta, Arkan tidak memiliki teman dekat di SMP Garuda. Paling-paling Rafael dan Nuno, tetapi itu pun tidak mungkin jika salah satu dari mereka adalah sahabat Arkan, sebab mereka juga baru mengenal Arkan saat cowok itu pindah ke kelas mereka. Atau Rian? Tapi sepertinya juga tidak, Zeta tahu betul jika Rian dan Raya itu tidak dekat.
"Lo tahu siapa nama sahabatnya?"
Dara menggeleng. "Gue pernah tanya sama Kanya, tapi dia gak mau jawab."
o0o