Zeta melangkah turun dari mobil dengan ragu. Malam ini Vira benar-benar menepati janjinya, cewek itu mengubah penampilan Zeta menjadi gadis yang berbeda.
Zeta yang tubuhnya dibalut dress selutut berwarna navy—pemberian dari Alex, dipercantik dengan gaya rambut yang ditata sedemikian rupa membentuk twist back hairstyle.
Gaya rambut sederhana yang hanya memerlukan sedikit bagian rambut sebelah kanan dan kiri, setiap bagian dipilin, lalu digabungkan dibagian tengah dengan mengikatnya, dan sisa rambut lainnya dibiarkan tergerai dengan sedikit diberi gelombang. Tak lupa, Vira juga memberikan aksesoris pelengkap berupa pita yang berwarna senada dengan dress yang Zeta kenakan.
Banyak pasang mata menggiring langkah Zeta dan Vira. Mereka secara terang-terangan memperhatikan Zeta tanpa kedip, membuat Zeta yang mendapatkan perlakuan itu sedikit risi.
"Kok anak-anak pada ngeliatin gue segitunya sih, Ra? Menurut lo penampilan gue sekarang ini aneh gak sih?" bisik Zeta, berhasil membuat Vira tergelak.
"Lo udah nanya hampir sepuluh kali selama perjalanan di mobil tadi. Masih gak percaya kalau lo malam ini emang cantik, huh?"
Zeta memilih diam kali ini, dengan pandangan fokus pada Alex yang berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Degupan di jantung Zeta terus berpacu, semakin meningkat, apalagi ketika mengingat praduga dari Nuno di telepon tadi sore.
Berusaha mengabaikan semua spekulasi itu, Zeta membuang muka ke kanan membuat dirinya tak sengaja saling tatap dengan Arkan. Zeta tidak tahu bahwa ada Arkan yang berdiri tak jauh darinya sekarang. Melihat sorot mata itu.. Zeta tidak tahu apa yang cowok itu rasakan sekarang. Mau marah, tapi Zeta rasa Arkan tidak begitu salah.
Mendengar penjelasan dari Azka tadi, memberikan jawaban jelas untuknya tentang sikap Arkan hari ini. Zeta tahu, pasti tidak mudah bagi Arkan untuk menerima itu. Zeta juga bingung, tidak mungkin juga marah pada Azka sedangkan cowok itu bersikeras bahwa bukan ia pelakunya. Delapan kata yang ada di pikiran Zeta sekarang.
Apakah hubungannya dengan Arkan bisa seperti dulu lagi?
Arkan memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu. Jika bisa jujur, ia tidak tahan berlama-lama seperti ini. Kenyataan yang ada di hadapannya sekarang membuat kehidupannya berubah. Padahal baru sehari ia berusaha menjauh. Tak bisa dipungkiri, Zeta sangat cantik malam ini.
Arkan ingin menghampiri Zeta, memuji cewek itu, dan bercengkerama ringan dengannya sambil menikmati pesta. Tapi semua itu ia urungkan.
Memangnya Zeta mau, setelah apa yang sudah Arkan lakukan pada Azka tadi?
Zeta membulatkan mata, sedikit tersentak saat tersadar sudah ada Alex yang berdiri di hadapannya.
Bukannya luntur, senyum cowok itu malah semakin lebar, menciptakan lubang yang semakin dalam menghiasi kedua belah pipinya. Alex berhasil menjadi bintangnya malam ini dengan balutan tuksedo berwarna senada dengan dress yang Zeta kenakan.
"You are beautiful toninght."
"H-hah?"
Alex terkekeh mendengar respons kebingungan yang keluar dari mulut Zeta. Tersadar setelahnya bahwa nilai Bahasa Inggris cewek itu minim, Alex meralat ucapannya.
"Lo cantik. Cantik banget. Gue gak bisa fokus malam ini karena lo."
Tak sedikit kaum hawa menjerit menyaksikan itu. Zeta yang dipuji, mereka yang baper.
"O-oh, i-iya. Makasih," jawab Zeta kaku. Alex meraih tangannya, Zeta panas-dingin.
Zeta melempar tatapan ke arah Nuno saat Alex menggiringnya berjalan, tetapi cowok itu malah menampilkan ekspresi sulit ditebak. Zeta mengumpat dalam diam. Mana? Katanya siap dua puluh empat jam untuk diandalkan.
Tersadar langkah mereka berhenti, Zeta menatap Alex tak mengerti. Alex mengintrupsi, membuat teman-temannya yang hadir malam ini melingkari mereka berdua tanpa permisi.
"Sebenarnya acara malam ini bakalan dimulai jam sembilan. Tapi berhubung udah banyak yang dateng, gue mau minta perhatian kalian sebentar."
Alex melangkah maju, semakin dekat ke arah Zeta.
"Zeta.. Gue anggap penampilan lo malam ini bakal jadi kado terindah bagi gue. Terima kasih, lo udah mau datang dengan menjadi diri lo sendiri."
Zeta mengangguk, tidak tahu harus menjawab apa. Semua pasang mata kini menyorot ke arah mereka berdua. Alex menggenggam erat tangan Zeta.
"Gue tahu, gak mudah buat lo maafin kesalahan yang udah gue lakuin. Tapi setelah apa yang udah gue lakuin, gue belajar banyak hal dari lo. Gue sadar, apapun hal baik yang gue lakuin, semua itu gak akan bisa nebus kesalahan-kesalahan gue."
Di tempatnya, Arkan memperhatikan mereka berdua dengan raut bingung. Sebenarnya ini acara apasih? Kenapa jadi melow-melow begini?
Sedangkan Nuno menatap dua orang itu tanpa kedip, takut-takut apalagi saat melihat raut wajah Vira yang berdiri di sebelahnya sudah mulai berubah. Padahal sejak jam tujuh tadi, ia jengah mendengar ocehan bawel cewek itu yang mengutarakan kebahagiaannya. Vira terus saja mengatakan bahwa ia tidak sabar menanti pesta ini. Tidak usah memundur jauh waktu. Barusan saja, sebelum Alex datang menghampiri Zeta. Vira sudah berceloteh dan bilang bahwa ia 'deg-degan' menanti Alex yang akan mengatakan perasaannya.
Tetapi Nuno tidak bisa berbuat banyak jika itu tidak terwujud. Lagipula siapa suruh terlalu ngehalu? Bukan salah Nuno kan?
Berbeda dengan mereka, Rafael dan Rian malah sibuk sendiri. Mereka berdua tidak ikut melingkar, malah sibuk memakan kue yang telah di hidangkan di meja bundar. Membuat Mama-nya Alex terkekeh melihat aksi dua cowok muda itu.
Rafael cengar-cengir, berusaha sesopan mungkin dia berkata dengan mulut penuh. "Makanannya enak banget tante, ya ampun. Ngomong-ngomong boleh dibungkus buat Mama sama Bapak saya di rumah kan ini?"
"Dasar, gak tahu malu! Udahlah, Cha. Gak usah lo harapin cowok kayak dia. Udah bagus deh kalian putus, gak usah balikan lagi," ujar Dini tak santai. Serius deh! Rafael yang berbuat, Dini yang malu.
Cepat-cepat ia menarik tangan Echa, membawa cewek itu untuk cepat menjauh dari Rafael. Echa terkekeh melihat tingkah Rafael yang menurutnya lucu, kelakuan yang paling sering Echa saksikan selama mereka pacaran dahulu.
Bukan hanya Echa, Mama-nya Alex juga sampai tertawa. "Iya Rafael. Tante seneng malahan. Ayo dimakan lagi! Kamu juga, siapa namanya? Rian ya? Nah dimakan aja kalau memang suka. Bungkus juga kalau ada sisanya."
"Yan, orang kaya kalau ketawa beda ya? Elegan gitu," Rafael berbisik di telinga Rian saat Mama-nya Alex sudah pergi dari hadapan mereka.
Rian mencomot satu kue lalu melahapnya dalam sekali suap. "Ya terus? Setelah capek ngejar Echa yang gak ada titik terang, lo mau nyerah dan banting stir buat ngincar nyokapnya Alex? Jadi ceritanya lo mau berguru sama gue nih?"
"Ebuset! Gak gitu konsep cerita yang dibuat sama author kita."
Alex menatap Zeta tepat di manik matanya, lalu berjongkok dan mengundang sorakan 'cie-cie' dari yang lain.
Sebelum Alex melanjutkan, Vira yang sejak tadi diam dengan cepat menyanggah. "Bentar-bentar." Alex menoleh padanya.