"Hati kian memerih disaat sebuah perasaan lama terulang kembali, berusaha melupakan tapi yang lama selalu menghujati. Alam mulai menangis karena letih, semesta mulai gerah karena amarah. Dan disini, aku membisu, terbius kamu yang selalu lewat dipikiranku."
Zetalia Hafsari
☔☔☔
Pikiran gelisah mulai menghantui, bayangan tentang hal-hal tak diinginkan selalu terlintas di pikiran gadis bertopi hitam ala-ala "tomboy" ini. Pikirannya kosong, ia tengah menatap lurus ke arah gitar tak bernyawa di hadapannya itu. merasa ragu, dan akhirnya mengambil gitar tersebut dengan perasaan tak jelas.
Jreeng..jreeng..
Petikan demi petikan senar ia mainkan secara tenang, nampaknya telah lama ia tak menyentuh benda tersebut. Saat ini dipikirannya hanya terlintas satu lagu yang sudah lama tidak ia nyanyikan.
(Michelle Joan -Arah yang berbeda)
Dia mulai menarik nafas perlahan. "Terlalu lelah.. Hati ini, membisikkan namamu.." Bait pertama berhasil ia nyanyikan dengan mulus.
"Walaupun semua, jadi indah saat ada dirimu.." Dia tersenyum, mengingat lagu ini adalah lagu pertama yang pernah ia nyanyikan bersama sahabat sekaligus cinta pertamanya.
"Tak pernah ada terucap, semua tak jelas, tentang kitaaa.." Lagu yang memiliki arti sama dengan kisah cintanya.
Zeta mulai memainkan gitar tersebut dengan ketukan yang lebih cepat dari sebelumnya, mulai memasuki bagian refrain. "Untuk apa ku arungi Samudra, tapi kau tak ada dalam perahu yang samaa.."
"Untuk apa ku taklukkan langit gelap, tanpa kau disini terangi bumi ku melangkah.." Ia perlahan menghembuskan nafas lalu melanjutkannya kembali.
"Berjalan, di atas jalan yang sama, tapi menatap arah yang berbeda..,"
"Kau tempatkan hatimu, dihatiku. Tapi kita tak satuu.. Ku simpan harapku, hingga semua habis tanpa tersisa.. " Zeta semakin masuk dalam lagu itu, pandangannya kosong. Seperti film lama yang diputar kembali, pikirannya melayang ke masa lalu. Bersama Rangga yang selalu bisa menjadi sahabatnya, Rangga yang selalu membuatnya tertawa, dan Rangga orang pertama yang membuatnya jatuh cinta.
Ia mengulang bagian reff lalu memejamkan matanya sejenak sebelum mengakhiri lagu ini.
"Untuk apaa.. "
Tepukan datar datang dari sudut kanan, ternyata orang itu sudah mendengarkan alunan musiknya dari tadi dengan terkagum-kagum, eh! bukan-bukan. Dengan kasihan tepatnya.
"Move on kali Ta, lo tuh udah gede gausah disuruh juga kan?"
"Yah salahin hati gue lah yang gak mau nurut sama ucapan lo Bang. Gue aja gabisa ngontrol apalagi lo," terdengar hembusan nafas panjang bercampur frustasi di situ, lelah.
"Gak usah bucin!" Azka tersenyum saat menjitak pelan kepala Zeta dan melihat wajah cemberut Adiknya. Dalam hati Zeta mengumpat karena itu.
"Pelan-pelan aja, gue yakin lo bisa," ujar Azka lagi lalu mengambil topi yang dikenakan sang Adik dan memindahkan ke kepalanya sendiri. Membiarkan rambut Zeta sedikit berantakan karena ulahnya.
"Sebentar, ngomong-ngomong. Lo bolos lagi ya Bang?" tanya Zeta.
"Udah berapa kali gue bilang lo tuh gak usah bolos!"
"Lo kemana tadi?"
"Ada hal yang lebih penting dari sekolah?" Azka terkekeh mendengar Zeta mulai cerewet seperti ini.
"Jawab!"
"Iya, satu-satu dong." Azka mengambil kursi plastik berwarna biru tua, meletakkannya di hadapan Zeta, lalu duduk disitu. Saat ini mereka sedang duduk di teras depan kontrakan Azka.
"Jadi.." Ucapannya terhenti saat benda pipih di saku celananya itu bergetar. Azka melihat dan mulai memainkan jemari tangannya di atas benda tersebut. Ekspresinya mulai berubah seakan terbelalak melihat pesan tersebut.
Zeta mulai merasa ada sesuatu yang janggal di sini, Abangnya berperilaku aneh saat ini.
"Ta, lo gak mau pulang?" tanyanya membuat Zeta terkejut.
"Lo kenapa Bang? gue gak boleh ke sini?"
"Bukan gitu. Oke, lo tidur di sini aja malam ini, nanti gue telpon Mama. Tapi sekarang gue ada urusan, lo gak apa-apa sendiri?" Ujar Azka tiba-tiba, membuat Zeta bingung.
"Lo mau ke mana Bang?"
"..."