"Senyummu dan suaramu adalah dua hal yang kian bersarang dipikiranku."
Zetalia Hafsari
🌟🌟🌟
"Yes..," sorak cowok berkulit putih pemilik nama Rafael ketika botol yang sedari tadi ia putar mengarah ke Arkan.
"Truth or Dare?" tawar Nuno.
"..."
"Truth or Dare?" ucapnya sekali lagi.
"..." masih tak ada jawaban.
"Truth or Dare?" ulang Nuno geram dengan penuh penekanan.
"Jawab NYET!!!" ujar Rafael yang ikut kesal. "Lo disuruh milih doang bukan ngerjain soal buatan Pak Mahmud."
"Milih ini aja bingung apalagi milih dia, ya kan?" ujar Nuno, mulai ngaur.
"Apaan sih, garing lo bedua," komentar Arkan saat membuka mulut. "Ok, gue pilih Dare."
Rafael dan Nuno saling bertukar pandangan lalu tersenyum licik.
"Heh! Jangan macem-macem."
"Lo kira kita homo?" balas Nuno tak terima.
"Udah, udah," lerai Rafael, cowok itu berdiri kemudian melanjutkan ucapannya.
"Aku masih suci Bang," katanya sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.
Arkan dan Nuno seketika itu juga memicingkan mata, lalu saling melempar tatapan.
"Mirip!" ujar mereka kompak.
o0o
Mereka bertiga kini berdiri di salah satu anak tangga teratas, sambil mengintip perempuan yang sedang duduk di depan kelasnya.
"Lo ingat cewek itu kan?" tanya Nuno seraya mengarahkan telunjuknya ke gadis bertopi yang sedang duduk di depan kelas.
Arkan mengangguk, Nuno menghambur pandangannya. Setidaknya hanya mereka yang ada di sini.
"Gombalin dia!"
"Hah? Gak, gue gak mau," balas Arkan. "Gak ada tantangan lain?"
"Kalau lo nolak, dia bakal tau apa yang lo lakuin semalem," ancam Rafael, Arkan tanpa sadar mengepalkan tangannya, sedikit menyesal kenapa dia harus memberi tahu semuanya kepada Rafael tadi malam.
"Oke." Arkan menghembuskan nafas, lalu berjalan mendekati cewek itu.
"Emang dia semalem ngapain Rel?" tanya Nuno dengan polosnya.
"Lo masih kecil, gak boleh tahu."
☆☆☆
Arkan mulai memperlambat langkahnya, kemudian membalikkan badan berniat ingin kabur dari permainan ini. Namun di belakang tempat awal ia berdiri tadi, dua orang itu masih disana. Mereka menggelengkan kepala sambil merentangkan tangan, berusaha melarang Arkan untuk tidak pergi secara tersirat.
Arkan berdecak, lalu kembali menurut.
"Gue boleh duduk disini gak?" tanya Arkan sedikit kaku, saat sudah berdiri di dekat cewek itu.
"Boleh, duduk aja." Lalu Arkan duduk disampingnya, "Kenapa?" tanya cewek itu.