Mentari pagi datang menghangatkan jagat raya, berusaha menyapa semua masalah dan perlahan mencari sebuah titik kebahagiaan. Terkadang banyak orang berpikir bahwa jika pagi datang maka sebuah hari penuh masalah akan menyambut, namun pernahkah kalian berfikir untuk mencoba berdamai dengan kehidupan dan tersenyum akan semua masalah tersebut?
"Mulai sekarang kalian semua harus berhemat!" ucapan itu sekaligus memecah keheningan di rumah keluarga ini, Zeta geram suasana makannya terganggu pagi ini dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh Danu --Papa -Nya.
"Kenapa emangnya?" kata itu terlontar dari mulut Zeta. Cewek itu mulai mempercepat makannya.
"Jihan tadi telpon Papa minta ditransfer uang bulan ini."
Gadis itu menghembus nafas panjang. "Apa gak ada terlintas sedikitpun di hati dia buat ngertiin kondisi kita sekarang Pa?"
"..." Danu diam, sama halnya dengan Azka dan Mamanya yang ikut tak berkutik sedikitpun, bahkan untuk melanjutkan makanpun enggan untuk dilakukan jika kedua orang ini sedang bersiteru.
"Kenapa diam Pa? Jangan bilang Papa gak kasih tau tentang kondisi kita sekarang. Kenapa sih Pa, Papa selalu aja turutin kemauan dia. Apa gak bisa dia sekolah disini aja?"
"Kamu tahu kan, Papa yakin dia akan jadi orang besar nantinya."
"Hah? Jadi orang besar?" gadis itu mulai mulai tertawa hambar. "Papa bahkan selalu kasih dia kesempatan buat jadi orang besar diluar sana, tapi Papa gak pernah mau kasih aku kesempatan itu. Kenapa Pa? Karena aku gak bisa jadi juara pertama disekolah kaya Jihan? Atau.. karena aku gak bisa jadi yang pertama dihati Papa? iya kan?"
"ZETA, JAGA BICARA KAMU?" Zeta membuang sendok yang ia pegang hingga menimbulkan suara dentuman nyaring, ia berdiri dan bergegas keluar rumah tanpa sepatah katapun.
"Sudah Pa," Kinan, wanita usia 40 tahun tersebut mulai menenangkan suaminya.
"Azka, kejar adik kamu!"
o0o
"Banguuuuuun!"
"Hoaaam.. Hmm." Arkan menggeliat malas, dirinya masih ingin terus dalam dunia mimpi.
"Bangun elah," perempuan berseragam lengkap dengan name tag bertuliskan 'Kanya Olivia P. A.' itu kini melempar guling ke wajah Arkan.
"Iyaaa gue bangun." Dengan mata setengah terbuka, ia memaksa dirinya untuk duduk.
"Bagus, awas lo tidur lagi!" kemudian gadis itu melenggang pergi ke luar kamar.
Arkan mengucek matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang ingin masuk. Ia melirik jam yang terpampang jelas di dinding. Pukul 05.45? Astaga tu anak gatau ini masih jatah tidur gue gerutunya. Lalu seulas senyum terpampang tipis di bibir, ia kembali merebahkan badannya. Untuk apa bangun sepagi ini? Arkan berniat ingin melanjutkan mimpi yang tertunda, kembali memejamkan mata.
"Sial!" umpatnya, tubuh laki-laki itu kembali terbangun. Dirinya mengatur nafas karena masih terkejut saat mencoba melanjutkan tidur. Niat awalnya hanya ingin memanfaatkan sisa waktu tidur, namun mengapa seorang gadis yang nangis di tengah hujan itu yang pertama kali ia lihat saat memejamkan mata?
o0o
Zeta turun dari motor setelah sampai di sekolah, gadis itu tampak cukup kusut sehingga ia hanya diam sepanjang jalan.
"Lo gak apa-apa kan?"
"Masuk gih lo, gerbangnya udah mau ditutup," suruh Zeta seraya mengarahkan jari telunjuk ke gerbang sekolah di depannya asal. Padahal mereka datang cukup pagi. Zeta hanya berusaha mengalihkan pembicaraan Azka.
"Tap-"
"Bisa gak usah bahas ini dulu kan?" Azka mengangguk paham, ia membiarkan Zeta pergi meninggalkannya tanpa banyak bicara. Lelaki itu terus menatap punggung Zeta yang mulai menjauh, hingga seseorang menepuk bahunya dan membuat ia menoleh.
"Ka, lo kenapa?" tanya seorang gadis sambil tersenyum hangat kepadanya.
"Biasa lah." Gadis itu hanya mengangguk tanpa mengurangi senyuman di bibirnya.
"Udah ayo naik!"
"Gak ah." Senja membalikkan badannya dan berniat melangkahkan kaki, namun dengan sigap tangan kekar Azka mencegat tangan kanannya. Senja terdiam beberapa detik, tangan kiri gadis itu sibuk meremas rok abu-abu yang ia pakai. Matanya terus memerhatikan genggaman itu, jujur hatinya tersenyum lebar saat ini.
"Lo mau biarin sahabat lo ini ketahuan ngejomblo? Temenin gue ke parkiran, mau kan?" pinta Azka dengan wajah pura-pura memelas.
Senja tersenyum.
Mana bisa gue nolak permintaan lo, Ka batin Senja.
"Azka." Panggilan itu membuat mereka berdua menoleh, Senja bahkan belum sempat menjawab tawaran Azka. Dilihat seorang gadis cantik mencoba menghampiri mereka.
"Cepetan naik!" pinta Azka, ia sangat malas melihat wajah gadis tersebut sepagi ini.
"Bentar Ka, dia kayanya mau ngomong tuh sama lo."
"Udah cepetan naik!!"
"Hai Azka, hai Senja," sapanya.
"H -Hai" jawab Senja canggung melihat Azka tak menjawab sapaan itu, tangannya mulai mengepal. Pasti ia kesal karena Senja tidak cepat-cepat naik tadi.
"To the Point aja! Gue sama Senja sibuk," ujar Azka dengan sedikit dingin tentunya, pandangannya hanya tetuju pada Senja dan tidak berniat menoleh ke gadis tersebut.