Blurb
Di balik senyum ramahnya, Nadira menyimpan luka yang tak pernah ia bagi dengan siapa pun. Gadis itu hidup dalam kesunyian setelah kehilangan ibunya, dan satu-satunya tempat ia bisa bernafas lega adalah halaman sekolah tempat bunga kenanga tumbuh mekar. Di sanalah ia sering menulis puisi-puisi senandika, monolog hatinya tentang kesepian dan kerinduan.
Hingga suatu hari, puisi-puisi itu ditemukan oleh Raka, teman sekelasnya yang dikenal cuek dan dingin. Alih-alih mengolok, Raka justru terpikat pada kejujuran hati Nadira yang tergurat dalam setiap bait. Diam-diam, ia mulai membalas dengan tulisan-tulisan singkat yang ia sisipkan di antara lembar-lembar buku Nadira.
Keduanya pun larut dalam percakapan tanpa suara, cinta yang tumbuh lewat kata-kata yang tak pernah terucap secara langsung. Namun, ketika kenyataan menuntut keberanian untuk bicara, Nadira terjebak antara memilih mengungkapkan perasaannya atau terus memelihara "bunga senandika" itu di dalam diam.
Apakah cinta yang indah tapi tak terucap bisa tetap mekar, atau justru layu sebelum sempat disentuh?