Rena mami Aldara berkata, “Silahkan cium tangan suamimu, Sayang!”
Maxelio tersenyum menyaksikan kebahagiaan putri kesayangannya yang terpancar jelas di mata Aldara.
Setelah itu, Maxelio mendekati sepasang pengantin baru tersebut dan menatapnya dengan penuh kebahagiaan, “Semoga kalian menjadi keluarga yang harmonis sampai maut memisahkan ya, Nak!”
Maxelio menjeda ucapannya, "Ingat. Apapun ucapan suamimu kamu harus patuh, karena surgamu ada padanya.”
Aldara menjawab, “Iya, Daddy!”
Maxelio berkata pada sang menantu, “Daddy titip Aldara padamu, Nak! Daddy harap kamu menjaganya dengan baik. Dia masih sangat muda, tolong bimbinglah anak Daddy, jangan kamu bentak dia, jika dia membuat kesalahan, karena selama ini Daddy mendidiknya dengan penuh kasih sayang.”
Setelah itu, Maxelio menatap Aldara dengan kedua matanya berkaca-kaca, ”Jika suatu saat kamu sudah tidak menginginkan, tidak mencintai Aldara, Daddy mohon sama kamu, tolong kembalikan Aldara pada Daddy dengan cara baik-baik. Jangan sakiti hatinya Aldara, karena Daddy tak sanggup melihat putri Daddy terluka.”
“Tes … Tes … Tes …”
Aldara mendengar ucapan Daddynya, ia menundukkan kepala dengan penuh haru sehingga air matanya jatuh mengenai pipi mulusnya.
Semua orang ikut terharu mendengar obrolan mertua dan menantu tersebut, tak terkecuali Ardhana dan Amira kedua orang tua Renald. Ia tidak menyangka bahwa Renald akan patuh kepada kedua orang tuanya tersebut.
Sebagai orang tua, saat ini Maxelio dan Rena hanya bisa mendoakan agar kelak kehidupan Aldara dan Renald berjalan dengan bahagia, serta rumah tangga keduanya mendatangkan banyak keberkahan.
Renald berkata dengan tegas, “Tenang saja Tuan, saya akan menjaga Aldara dengan baik.”
Maxelio berkata, “Nak! Jangan panggil Tuan, kamu sekarang anak Daddy maka panggillah Daddy seperti Aldara.”
Renald menjawab, “Baik, Dad.”
****
Semua para tamu sudah pulang, maka acara telah dinyatakan selesai. Sepasang pengantin baru berada di kamar hotel yang sudah di dekorasi dengan begitu indah.
Aldara duduk di ujung tepi ranjang dengan Renald yang menutup pintu, lalu tersenyum dan melangkah mendekati wanita yang telah sah menjadi istrinya, lalu duduk berhadapan dengannya.
Aldara yang di tatap oleh pria tampan yang duduk berhadapan dengannya merasakan jantungnya berdisko, lalu ia berkata dalam hati, ”Jedag! Jedug! Tung jangan baper masa di tatap begitu aja,”
Renald memanggilnya dengan lembut, “Aldara."
Untuk pertama kalinya Aldara merasakan grogi ketika namanya di panggil oleh seorang pria yang sudah sah menjadi suami.
Renald bertanya sambil menatap Aldara dengan penuh harap, “Aldara, bolehkan mulai detik ini kita mengganti nama panggilan masing-masing?”
Aldara mengangguk. Begitupula dengan Renald yang merasa begitu lega saat Aldara menyetujui ide pria itu sambil berkata, “Tentu, boleh.”
Renald menggoda Aldara, “Ternyata istriku ini bicaranya sangat irit.”
Aldara pipinya merona dan tersenyum malu-malu.