Renald masih bimbang, namun kepanikannya akan Aldara membuatnya tidak berpikir jernih. Ia pun mengikuti Malya. Mereka berjalan melewati koridor yang sepi. Malya terus menggenggam lengan Renald, seolah memberi dukungan. Renald dalam kekalutan tidak terlalu mempedulikannya. Mereka sampai di depan sebuah lift.
Renald melepas genggaman Malya dengan halus, ”Terima kasih, Malya. Aku akan naik lift ini mencari Aldara. Kamu bisa kembali menemani ayahmu.”
Malya menarik napas, seolah-olah sedih, ”Renald, Ayahku, dia tidak punya banyak waktu lagi. Dia ingin bertemu denganmu. Hanya sebentar. Demi aku. Dia sangat ingin melihatmu sebelum, sebelum semuanya berakhir.”
Renald terkejut, ”Apa? Om Fernando, sakit apa?”
Mata Malya berkaca-kaca, ”Kanker stadium akhir, Renald. Dokter bilang ini hitungan hari. Dia sangat ingin menemuimu. Kumohon, Renald. Setelah itu, kamu bisa pergi ke Aldara. Ini hanya beberapa menit.”
Renald dilanda dilemma. Di satu sisi, ia sangat ingin menemui Aldara. Di sisi lain, ia merasa tidak enak menolak permintaan terakhir seorang yang mungkin akan tiada. Rasa kemanusiaannya terusik. Ia menghela napas, ”Hufft.”
Renald berkata, “Baiklah. Tapi hanya sebentar, Malya. Aku benar-benar harus pergi."
Malya tersenyum tipis, penuh kemenangan yang tersembunyi. Mereka berdua masuk ke dalam lift dan naik ke lantai VVIP. Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah kamar mewah. Di dalamnya, Fernando terbaring lemah, wajahnhya pucat pasi, namun matanya masih memancarkan kilau tajam.
Suara serak Fernando, “Renald, syukurlah kamu datang."
Renald mendekat dengan canggung, ”Om Fernando, saya turut prihatin mendengar kondisi Om. Semoga Om kuat.”
Fernando tersenyum getir, ”Waktu saya sudah tidak banyak, Renald. Saya tidak ingin pergi dengan penyesalan. Malya, dia mencintaimu sejak kecil. Dia tidak pernah melupakanmu. Saya ingin melihatnya bahagia sebelum saya menutup mata.”
Renald terdiam. Ia menatap malya yang kini berdiri di samping ranjang dengan ekspresi sendu, seola membenarkan setiap ucapan ayahnya. Hati Renald bergemuruh. Bagaimana mungkin Fernando mengatakan hal seperti itu di tengah kondisinya yang sekarat? Ia merasa seperti terjebak dalam jebakan.
Renald berkata dengan penuh hati-hati, “Om Fernando. Saya, saya sudah menikah. Saya mencintai Aldara."
Fernando menatap Renald dengan tatapan tajam, ”Cinta bisa datang lagi, Renald. Aldara, dia bisa menemukan kebahagiaan lain. Malya, dia hanya menginginkanmu. Saya mohon padamu, Renald. Nikahi Malya. Ini permintaan terakhir saya sebagai seorang ayah yang ingin melihat putrinya bahagia.”