Bunga Tak Bertangkai

Moycha Zia
Chapter #21

Chapter # 21 Di abaikan

Renald tiba di kantornya. Lampu di gedung tinggi itu masih menyala terang, kontras dengan kegelapan hatinya. Ia langsung menuju ruang kerjanya yang luas dan modern. Meja kerjanya penuh dengan tumpukan dokumen dan layar komputer yang menyala.

Renald melempar kunci mobil dan ponselnya ke meja. Ia mengendurkan dasi, menarik napas dalam-dalam mencoba mengusir bayangan Aldara yang terbaring di rumah sakit. Namun, setiap sudut ruangan teras kosong hampa terasa.

Ia menyalakan komputer mencoba membenamkan diri dalam pekerjaan. Angka-angka, grafik, dan laporan-laporan proyek silih berganti pada layar. Namun, pikirannya terus melayang. Setiap kali ia memejamkan mata, wajahnya pucat Aldara dan tatapan penuh kekecewaan Rena Mami mertuanya muncul di benaknya. Kata-kata Rena berputar-putar di kepalanya, ”Kamu sudah cukup merusaknya.”

Renald bergumam dengan pelan, ”Merusak? Apa aku seburuk itu?”

Ia teringat kembali awal hubungannya dengan Aldara dulu, mereka salin melengkapi. Aldara yang lembut dan penyanyang selalu menjadi penyeimbang ambisinya yang menggebu-gebu. Tapi sejak kapan semuanya berubah? Kapan ia mulai tenggelam dalam pekerjaan hingga melupakan hal terpenting dalam hidupnya, Aldara?

Setiap lembar proposal yang ia baca, setiap rencana ekspansi yang di susunnya terasa hambar. Keberhasilan yang dulu ia kejar mati-matian, kini terasa tidak berarti tanpa senyum Aldara di sisinya. Ada rasa bersalah yang menusuk, menyadari bahwa ia telah membiarkan kesuksesan merenggut kebahagiaannya.

Renald mengusap wajahnya kasar dengan matanya sembab, ”Aldara, maafkan aku.”

Ia meraih ponsel, jemarinya ragu-ragu mengetik nama Aldara di daftar kontak, lalu menghapusnya. Apa yang harus ia katakana? Apakah Aldara mau bicara dengannya? Bahkan jika mau, ia tidak yakin Aldara akan memaafkannya?

Langit sudah nampak gelap, pancaran bintang-bintang yang bercahaya. Malam semakin larut. Kopi di cangkirnya sudah dingin, Renald masih duduk pada kursinya. Gedung ini yang menjadi bukti pencapaiannya.


 

Kring! Kring! Kring!

 


Tiba-tiba, ponselnya berdering yang tertea pada layar nama Mami Rena. Renald langsung mengangkatnya, jantungnya berdebar kencang.

Renald tercekat, ”Halo, Mam? Bagaimana Aldara?”

Rena di seberang telepon suaranya lebih tenang, ”Dia sudah sadar, Renald. Baru saja Mami antar dia ke kamar mandi. Dia sudah makan sedikit dan sekarang sedang istirahat.”

Renald menghela napas denga lega, ”Alhamdullilah, Mam. Saya lega dengarnya. Apa dia menanyakan saya?”

Rena berkata, ”Dia tidak menanyakanmu secara langsung, Renald. Tapi, dia sempat bergumam namamu. Dia juga terlihat gelisah sebelum Mami meminta istirahat.”

Jantung Renald berdesir, ”Mam, saya minta maaf. Saya tahu sudah banyak salah. Saya lalai. Saya janji akan memperbaikinya. Saya akan datang sekarang.”

Rena menghela napas panjang, ”Tidak perlu, Renald. Biarkan, Aldara istirahat dulu. Dia butuh waktu sendiri. Kamu juga. Mami tahu kamu lelah.”

Renald berkata, ”Tapi, Mam ...”

Lihat selengkapnya