Bunga Tak Bertangkai

Moycha Zia
Chapter #22

Chapter # 22 Pulang ke rumah

Hari berganti hari, Minggu berganti minggu Renald tidak mendatangi lagi Aldara di rumah sakit, Sehari-harinya Aldara di rumah sakit di temani oleh Rena. Suatu hari Aldara mengirimkan pesan kepada Renald, lalu ia berjanji akan menjemputnya.

Beberapa hari kemudian, kamar rumah sakit. Aldara sudah mengenakan pakaian biasa, duduk di tepi ranjang sedang menatap pintu dengan gelisah. Maxelio dan Rena berdiri di dekatnya.

Aldara menghela napas panjang dengan suara lemahnya, ”Hubby mana, Mam? Katanya mau jemput, kok belum kelihatan?”

Rena mengusap lembut punggung Aldara, ”Sabar ya, Nak. Mungkin macet di jalan. sebentar lagi pasti sampai.”

Maxelio melirik jam tangannya dengan raut wajah khawatir, ”Sudah lebih dari satu jam dari jadwal kepulanganmu, Nak. Daddy coba telepon Renald lagi ya?”

Aldara hanya mengangguk pelan, tatapannya tidak lepas dari pintu. Maxelio menjauh sedikit untuk menelepon. Aldara memejamkan matanya.

Maxelio datang kembali dengan wajah tegang, ”Tidak diangkat, Nak. Mungkin sedang sibuk. Bagaimana kalau kita pulang duluan saja? Nanti Renald bisa langsung menyusul ke rumah.”

Aldara bergetar, ”Tapi, aku ingin dia yang menjemputku, Dad. Dia sudah janji.”

Rena memeluk Aldara, ”Renald pasti punya alasan, sayang. Jangan terlalu dipikirkan. Yang paling penting kamu sudah sehat. Ayo, kita pulang. Kamu butuh istirahat."

Aldara mengangguk pasrah. Ada rasa kecewa yang menusuk, tapi ia mencoba untuk menepisnya. Ia berdiru perlahan, lalu di bantu oleh Maxelio dan Rena melangkah keluar dari kamar rumah sakit.

 

****

Arena balap motor di malam hari. Suara raungan mesin memekakan telinga. Renald berdiri menyendiri di sudut. Rambutnya terlihat acak-acakan, wajahnya kusut. Malya dan Serlin berjalan mendekat.

Malya melihat Renald dari jauh, lalu tersenyum licik, ”Itu Renald, kan? Aku tidak salah lihat.”

Serlin mengernyitkan dahinya, ”Tumben dia di sini. Sendirian lagi. Kayaknya lagi banyak masalah.”

Malya mempercepat langkahnya, matanya berbinar, ”Kesempatan bagus. Tunggu di sini, Serlin.”

Malya menghampiri Renald. Renald menoleh, ia terkejut melihat Malya ada di tempat yang sama.

Malya memanggil dengan suara manja, ”Renald? Kamu kenapa di sini? Kok sendirian?”

Renald menghela napas yang terlihat lelah, ”Malya, aku butuh udara segar.”

Malya mendekat, lalu menyentuh lengan Renald, ”Aku tahu kamu ada masalah. Dari dulu aku selalu tahu kalau kamu sedang tidak baik-baik saja. Aldara, apa dia penyebabnya?”

Renald berkata dengan suara berat, ”Dia baru pulang hari ini dari rumah sakit. Dan aku tidak menjemputnya. Aku tidak sanggup.”

Mata Malya berkilat, lalu semakin mendekati Renald, ”Kenapa tidak sanggup? Apa kamu sudah tidak mencintainya lagi?”

Renald membuang pandangan, ”Aku tidak tahu, Malya. Aku merasa hancur, semua terasa salah.”

Malya tersenyum tipis. Ini adalah momen yang di tunggu-tunggu olehnya. Ia memegang kedua tangan Renald dengan tatapan penuh empati palsu.

Suara lembut Malya membius Renald, ”Kamu tidak sendirian, Renald. Aku selalu ada untukmu. Sejak dulu, aku bisa membuatmu melupakan semua masalahmu.”

Renald menatap Malya matanya mencari sesuatu untuk berpegangan. Dalam kehancurannya, ia melihat secercah kenyamanan dalam mata Malya.

Renald bersuara pelan, ”Malya ...”

Lihat selengkapnya