Ruang tamu dalam larut malam. Lampu remang-remang menambah suasana tegang. Aldara berdiri di depan Renald yang sedang duduk di sofa dengan tatapan mata tajam menembus, sarat akan amarah dan penuh kekecewaan. Sebuah amplop lusuh ada di tangannya. Isinya foto-foto yang menghancurkan hatinya.
Suara Aldara bergetar sambil menahan tangis, namun penuh dengan ketegasan, “Hubby, aku butuh kejujuranmu. Sekarang!”
Renald mulai mengangkat wajahnya, ia terkejut melihat ekspresi Aldara dan amplop di tangannya, “Ada apa, honey?”
Aldara melemparkan foto- foto dari amplop ke meja di hadapan Renald. Foto-foto itu menunjukkan Renald mengenakan pakaian pengantin berpasangan dengan wanita lain, “Ini! Apa ini, hubby?! Jawab aku! Siapa wanita ini?!”
Mata Renald melebar, lalu tubuhnya menegang. Wajahnya pucat pasi melihat foto-foto itu. Ia terdiam seperti kehabisan kata-kata, “Honey, A-aku …”
Aldara melangkah mendekati Renald dengan mata berkaca-kaca, “Jangan coba berkelit! Aku tahu siapa dia! Malya, bukan?! Katakana padaku, hubby! Apa benar kau sudah menikahi Malya?!”
Renald menghela napas panjang, kepalanya tertunduk lesu. Gemuruh dalam dadanya tak tertahankan lagi, ia berkata dengan nada lirih, “Honey, aku. Aku sudah menikahi Malya.”
Aldara terhuyung mundur, seolah-olah di pukul benda keras. Air mata yang sejak tadi di tahan akhirnya tumpah ruah membasahi pipinya. Rasa sakit itu begitu nyata, menusuk hingga ke ulu hati.
Aldara terisak dengan suara yang tercekat, “Ti-tidak. Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku, hubby?! Kita sudah menikah bertahun-tahun! Apa kurangnya aku?! Apa?!”
Renald beranjak dari sofa mencoba mendekati Aldara, namun Aldara mundur melangkah, “Sayang, dengarkan aku. Aku tahu ini kesalahan besar. Aku tidak tahu harus berkata apa. aku sangat menyesal.”
Aldara mengusap air matanya dengan kasar, “Menyesal?! Setelah semua ini?! Kau menikahi wanita lain di belakangku! Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu bisa di maafkan?!”