Keheningan yang menegangkan. Renald duduk di sofa, Aldara berdiri di depannya sambil menatap jauh ke luar jendela. Wajah Aldara pucat dengan gurat kelelahan yang nyata. Renald mencoba meraih tangannya, namun Aldara menariknya perlahan.
Suara serak Renald dengan penuh harapan, "Honey, kamu benar-benar akan menerima Malya?
Aldara tidak menoleh, suaranya pelan tapi tegas, "Apa yang harus aku lakukan, Renald? Malya sudah mengandung darah dagingmu. Apa aku punya pilihan lain selain menerima takdir ini?"
Renald beranjak, lalu berdiri di samping Aldara dengan memegang bahunya, "Ini bukan takdir, Aldara. Ini kesalahanku. Aku tahu ini berat bagimu, sangat berat. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Malya. Dia juga butuh aku. Dan anak itu tidak bersalah."
Aldara akhirnya menoleh sambil menatap Renald dengan mata berkaca-kaca, "Aku tahu, hubby. Aku tahu itu sebabnya aku akan menerima Malya."
Renald berkata, “Kamu setuju aku menikah lagi? Kamu mau menerima dia menjadi istri kedua, honey?”
Renal berkata kembali, “Ini benaran kamu, setuju?
Aldara mengangguk.
Napas Renald tertahan, wajahnya sumringah ada sedikit kelegaan yang terpancar, "Honey, terim kasih. Terima kasih banyak. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku janji akan mencoba adil untuk kalian berdua."
Aldara mengangkat tangannya dengan pelan, "Tapi ada satu syarat, Renald!"
Deg!
Renald mendengar dengan jelas, Aldara sudah tidak memanggilnya dengan nama panggilan khusus untuk dirinya. Senyum Renald memudar. Ia menatap Aldara dengan menunggu.
Aldara berkata, “Sebelum Malya melangkah masuk ke rumah ini sebagi istrimu yang lain. Lepaskan aku dulu!”
Renald terpaku. Wajahnya berubah pucat pasi. Ia menggelengkan kepala, seakan tidak percaya denga napa yang di dengarnya.
Renald berkata, “Apa? Honey, apa maksudmu?”