Bunga Tak Bertangkai

Moycha Zia
Chapter #32

Chapter # 32 Rumah Sakit

Maxelio dan Rena duduk di samping ranjang Aldara. Rena memegang tangan Aldara, sementara Maxelio membaca buku.

Aldara membuka mata melihat kedua orang tuanya, “Mami, Daddy, kalian belum pulang? Nanti kecapekan.”

Rena mengelus rambut Aldara, “Mami nggak akan pulang sebelum kamu tidur nyenyak, Nak.”

Maxelio menutup bukunya, lalu menampilkan senyuman, “Daddy juga. Kita tidur di sini saja, biar bisa menemanimu.”

Aldara tersenyum lembut, “Mami, Daddy, aku mau tanya soal pengobatan yang Dokter bilang. Kan kemoterapi dan radioterapi itu sakit banget, ya? Rambutku bakalan botak, kan?”

Rena menahan air mata, “Kita akan lalui ini bersama, sayang. Mami dan Daddy akan selalu di samping kamu. Jangan khawatir soal rambut, nanti kitab isa pakai wig yang paling bagus atau syal yang lucu-lucu.”

Maxelio menggenggam tangan Aldara, “Apapun yang terjadi, kita akan menghadapinya. Daddy akan cari dokter terbaik, pengobatan terbaik. Kita akan berjuang, sayang. Untuk setiap detik yang kita miliki.”

Mata Aldara berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyu, “Kalian tahu? Sejak divonis, aku jadi mikir. Ternyata hidup itu berharga banget, ya. Dulu aku suka malas kuliah, suka ngeluh tugas banyak. Sekarang aku hanya ingin bisa melakukan hal-hal kecil yang dulu aku anggap sepele.”

Rena mencium kening Aldara, “Kamu akan bisa, sayang. Kamu akan melakukan semua yang kamu inginkan. Kita akan memastikan itu.”

Aldara mengambil napas dalam mencoba menghibur suasana, “Oh iya, Mami, Daddy ada satu hal lagi. Kalau nanti rambutku benar-benar rontok, tolong jangan panggil aku Upin atau Ipin, ya. Aku maunya di panggil Avatar lebih keren, kan?”

Maxelio dan Rena tersenyum kecil menahan haru. Mereka tahu, meskipun di balik keceriaan Aldara, ada rasa takut dan kesedihan yang mendalam. Namun, mereka berjanji akan menjadi kekuatan terbesar untuk putri mereka.

Beberapa minggu kemudian. Aldara duduk di kursi ruang kemoterapi, sebuah selang infus menancap di tangannya. Rambutnya sudah mulai menipis, namun ia masih berusaha tersenyum. Falya dan Merca duduk menemaninya, keduanya terlihat lebih tegar, meski sesekali saling pandang dengan cemas.

Aldara mengamati infus yang menetes secara pelan, “Wah, ini dia nih, ramuan rahasia buat ngusir si penghuni nakal. Semoga dia langsung kocar-kacir begitu kena serum super ini.”

Falya menggenggam tangan Aldara dengan pelan, “Pasti, Ra. Kamu kuat.”

Merca mengeluarkan sebuah buku gambar, “Ra, aku bawa buku gambarmu. Kamu bisa gambar apa saja biar nggak bosan.”

Aldara tersenyum, “Ide bagus, Mer. Aku mau gambar unicorn terbang yang lagi balapan sama alien bermata tiga. Pasti lucu.”

 

Tiba-tiba, Aldara meringis, perutnya terasa mual.

 

Aldara berkata, “Uh, rasanya ko agak-agak gimana gitu, ya. Kayak habis naik roller coaster sepuluh kali putaran.”

Falya langsung sigap mengambil kantong plastik, “Ini, Ra, kalau mual jangan di tahan.”

Aldara mengambil kantong plastik, lalu tertawa kecil, “Wah, layanan prima kalian memang sahabat terbaik. Nanti kalau aku sudah sembuh, aku traktir mi ayam sepuluh mangkuk! Tapi jangan yang porsi jumbo lagi, ya. Kapok aku.”

Merca tertawa kecil, “Jangan khawatir, Ra. Kami akan selalu di sini, apapun yang terjadi.”

 

Lihat selengkapnya