SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA
(NARA POINT OF VIEW)
Bu Kepala Sekolah bilang kalau Ia perlu berbicara pada Ibuku terkait masalah ini. Katanya, ini merupakan penganiayaan Anak di bawah umur. Jadi tidak boleh dibiarkan. Sudah Aku jelaskan bagaimana Aku bisa mendapatkan luka ini. Kepala Sekolah hanya diam dan menitikkan airmata.
"Saya akan berusaha untuk menjembatani permasalahan Kamu dan Ibu kamu, ya Nara," ujar Kepala Sekolah Aku menggelengkan kepala, ini bukanlah ide yang baik untuk kepala sekolah menjembatani hubungan dengan mamanya.
"Saya tidak menyarankan untuk ibu menjembatani permasalahan ini. Lebih baik saya menyelesaikan permasalahan ini sendiri."
"Bagaimana bisa kamu menyelesaikan masalah ini sendiri? Kamu masih kecil, nak. Ibu janji akan bantu kamu sebisa Ibu," jawab Bu Kepala Sekolah. Aku diam, mencerna ucapan kepala sekolah. Aku tahu tak bisa menyelesaikan masalah ini. Tapi, Aku tak bisa membuat masalah ini makin runyam.
"Bu, Aku mohon jangan undang Mama saya untuk datang ke sekolah. Saya takut masalah ini makin runyam," ucapku penuh permohonan.
"Kamu jangan takut, Ibu di posisi kamu," ucap Bu kepala sekolah sembari memegang tanganku. Keheningan menyita waktu ini. Bagai lentera malam yang redup di antara kerlipan bintang. Luka hati ini layaknya kutukan yang diberi tuhan kepadaku sejak menjadi bayi yang tak ada dosa. Entahlah, di dunia ini bukan hanya Aku yang menderita. Jika kemiskinan tak bisa membuat kita menyalahkan tuhan, jadi siapa yang bertanggung jawab atas penderitaanku ini?
Penderitaan ini merupakan nikmat dari tuhan yang ku rasa takkan bisa hilang. Bahkan jika Aku telah sembuh, trauma ini takkan bisa ku lupakan selamanya.
"Bu, bukan masalah takut atau tidak. Saya lebih khawatir kalau ibu saya melakukan lebih dari ini. Saya mohon, biarkanlah saya yang menyelesaikan masalah ini," sahutku dengan tegas. Bu kepala sekolah hanya menganggukkan kepala. Entah apa yang akan di pikirkannya.
"Oke tidak apa-apa. Biar saya yang komunikasikan sama wali kelas kamu ya. Kamu yang sabar. Semua masalah pasti ada solusinya," Ucap kepala Sekolah. Aku menganggukkan kepala, sembari berpikir ragu, apakah aku harus make up lagi atau tidak. Takutnya kalau aku tidak make up lagi, luka-luka ini akan terlihat oleh teman-teman.
"Bu, boleh ga saya pakai make up lagi?"
"Boleh. Silakan. Kamu pakai alas bedak saya saja. Nanti tinggal pakai setting spray."
Tak lama kemudian kepala sekolah mengeluarkan alas bedak dan setting spray-nya.
***