Masa awal menjadi maba
Aku masih belum memiliki banyak teman saat itu. Tapi aku sudah memiliki perserikatan yang diisi oleh anak-anak aneh, salah jurusan, gila, bernama ILLUMINATI. Perserikatan yang didirikan oleh Fahmi itu pun sering menjadi bahan perbincangan mahasiswa lain. Bahkan ada guyonan yang sempat membuat para dosen kaget. "Ada kelompok ILLUMINATI di kampus,". Tanpa tahu itu perserikatan model apa dan berfaham apa, langsung saja Fahmi dan Raka dipanggil oleh Kajur untuk menjelaskan apa itu ILLUMINATI. Setelah dijelaskan, para jajaran birokrasi malah tertawa dan terhibur. Kalau tidak salah, kepanjangan ILLUMINATI adalah Ikatan Lelaki Kurang diminati. Meskipun awalnya hanya didedikasikan untuk para lelaki, tapi akhirnya wanita boleh gabung di dalamnya.
Ada satu lelaki di ILLUMINATI yang membuatku jatuh hati saat pandangan pertama, namanya Raka. Tampilannya yang urakan dan terkesan bandel tidak menjadi masalah bagiku. Sebenarnya dia baik hati, lembut, dan penyayang. Di suatu ketika dia pernah mengirim pesan kepadaku untuk membawakan sepotong ikan dan nasi.
"Kamu belum makan, Ka?" balas pesanku.
"Udah kok. Tapi tolong bawain ya," balasnya.
"Iya deh. Tunggu di markas ya."
"Iya, Rat. Makasih ya."
"Sama-sama."
Saat itu pun aku sigap untuk membungkus nasi ikan dari warung belakang kampus. Setelah pesanan di tangan, aku langsung menuju markas ILLUMINATI yang ada di selatan Fakultas. Dari kejauhan, aku melihat Raka yang duduk lesehan sendiri di markas. Pandangannya menatap lekat ke arah depan sambil memainkan sebatang rokok di tangannya. Cepat aku menuju ke arahnya. Raka tersenyum ketika menyadari kehadiranku.
"Ini pesanannya, Ka. Ikan dan nasi," kataku.
"Kamu beneran udah makan?" aku kembali bertanya.
"Udah kok."
"Kok minta dibawain ikan dan nasi?"
Raka hanya tersenyum kemudian meraih pesanannya. Aku duduk di sampingnya sambil melihat dia mencampur nasi dan ikan. Kemudian di melihat ke arah semak-semak. Raka bangkit dari duduknya kemudian menuju ke semak-semak.
"Cing cing cing cing," kata Raka dengan menirukan suara kucing. Selang beberapa saat ada beberapa anak kucing yang menghampiri. Anak-anak kucing itu makan dengan lahap. Raka berjongkok, menunggu mereka selesai makan, kemudian dia menuju ke arahku lagi. Aku terpesona melihat tingkahnya itu. Betapa tulus dan lembutnya lelaki itu. Di balik penampilannya yang urakan, tapi dia memiliki hati yang menyenangkan.
"Maaf ya, tadi itu buat anak-anak kucing. Kasihan mereka, sejak tadi mengeong terus," kata Raka.
Aku hanya tersenyum karena bingung dan seketika seperti gagap, tidak bisa membalas apa-apa.