"Halo, Kak. Aku di Jogja nih. Bisa ketemuan?"
Sejak pagi pesan tersebut belum aku balas. Salwa datang ke Jogja untuk menemuiku. Ada rasa malas untuk menemuinya, tapi aku tidak tega kalau dia luntang-lantung di Jogja. Setelah makan siang, aku putuskan untuk membalas pesannya. Berkali-kali aku sudah mengetik, ketika sudah merasa membalas dengan kata-kata yang panjang dan sopan, lagi-lagi aku menghapusnya. Di dalam hati kecil aku ingin mengabaikan pesannya, tapi tentu saja aku akan dimarahi Bapakku.
"Iya, Sal. Maaf aku baru balas, lagi di kantor. Kamu nginep di mana? Biar nanti aku jemput buat jalan-jalan."
Sebenarnya aku setengah hati membalas pesannya, tapi mau bagaimana lagi, aku takut dimarahi orangtuaku. Setelah membalas pesan dari Salwa, aku langsung bersandar dalam-dalam di kursi kemudian memejamkan mata. Bayang-bayang Ratna selalu hadir di saat aku lengah seperti ini. Namun, Hana masih bertahan kuat di hatiku.
Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta
Kau bukan hanya sekadar indah
Kau tak akan terganti
Marcell - Takkan Terganti
*####*
Mendapati aku yang belakangan ini sering senyum-senyum sendiri. Selesai jam kerja Bosku yang baik hati itu langsung menegurku.
"Ada yang kasmaran nih. Pajak jadian dong, Ka," kata Bosku.
"Ah nggak, Bos. Belum nemu lagi ini," jawabku.
"Ka, yang penting hidup ini harus bahagia. Mau kamu punya pasangan atau nggak, kamu harus berusaha untuk bahagia."
"Siap, Bos."
"Yaudah, aku pulang dulu ya."
"Oke, Bos."
Semua orang di kantor ini tahu cerita tentang Hana, jadi mereka juga memberikan peran sehingga aku bisa kembali lagi menjadi Raka yang dulu. Aku beruntung dikelilingi orang-orang yang baik hati kepadaku. Sehingga mau sesedih apapun, ada saja orang yang mampu menolong dari keterpurukanku.
Klunting
Suara notifikasi terdengar jelas, cepat-cepat aku membukanya.
"Aku nginep di tempat yang dulu, Kak. Aku pengen ngopi sama temen-temenmu."
"Oh iya, Sal. Aku jemput kamu sekarang ya. Kita langsung ngopi. Kebetulan ada Fahmi di sana. Masih ingat sama Fahmi kan?"
"Iya, Kak. Masih ingat kok."
"Yaudah, aku ke tempatmu sekarang ya."
"Iya, Kak. Hati-hati di jalan."
Jalanan di Jogja pada sore hari ramai lancar. Gurat mega sudah terpampang jelas di arah barat. Burung-burung sudah kembali ke sarang, sementara kelelawar yang bermukim di gedung-gedung kosong bersiap untuk keluar sarang. Aku dendangkan lagu-lagu asmara untuk menemani perjalanan ke penginapannya Salwa. Meskipun sekarang aku mencoba cuek kepadanya, tapi dia masih menaruh perhatian dan baik hati. Secara perasaan, jelas Salwa menaruh hati kepadaku. Tinggal bagaimana aku menyikapinya. Sedangkan Ratna, aku masih belum tahu perasaannya kepadaku meskipun belakangan ini intensitas ngobrol kami menjadi lebih sering dan hangat.
*####*
Salwa sudah menunggu di depan. Aku langsung memberikan satu helm-ku lagi kepadanya. Senyumnya masih sangat manis, suaranya juga lembut memanjakan telingaku.
"Maaf ya, Kak. Aku kalau ke Jogja ngerepotin kamu terus."
"Santai aja. Yuk langsung ke lokasi."
"Okeeee."
Di perjalanan menuju Joglo Kopi, Salwa bercerita tentang kehidupan perkuliahannya yang gitu-gitu aja. Tidak ada orang-orang di sekitarnya yang seperti anak-anak ILLUMINATI.
"Andai saja aku dulu kuliah di Jogja, bisa aja udah gabung ILLUMINATI-nya Kak Raka."
"Hahahaha ILLUMINATI versiku kan isinya orang-orang gila, Sal. Kamu kan orangnya waras banget."
"Hiiiih aku tuh juga agak gila ya, tadi aku aja ngobrol sama semut."