Hari ini aku terkapar lemas di atas ranjang empukku yang mana bantalnya berbekas liur kering. Kemarin aku dan Fahmi berlatih tarung. Awalnya biasa-biasa saja, tapi ada kesalahpahaman di antara kami. Fahmi menuduhku kalau aku menyukai Dista. Tanpa mau mendengarkan penjelasanku, dia menghajarku habis-habisan. Sejak kemarin pula kami tidak saling bicara. Padahal dalam hatiku, aku sama sekali tidak ada maksud untuk menaruh perasaan kepada Dista. Aku menyayangi Dista sebagai sahabat baik, tidak lebih.
Aku sudah biasa babak belur seperti ini. Intinya, jika aku babak belur maka lawanku lebih babak belur lagi. Aku bangkit dari kasur kemudian duduk di meja kerjaku. Untung saja ini hari libur, jadi aku bisa malas-malasan di kamar sambil membereskan meja kerjaku yang berantakan.
Di sisi meja ada sebuah kotak bekas sepatu yang aku gunakan untuk menyimpan barang-barang. Di sana ada sepucuk surat yang belum aku baca. Surat dari Hana yang diberikan oleh Ibunya. Sebelum kematiannya, dia menuliskan beberapa surat. Surat di dalam kotak itu satu-satunya yang belum aku baca karena warna kertasnya berbeda dengan yang lain.
Aku ambil pelan, menghirup aromanya, kemudian pelan aku buka. Tiba-tiba hatiku menjadi tidak karuan ketika memulai membacanya.
Kepada lelaki yang sering lalai dengan dirinya sendiri
Ini dariku: Hana
Aku tarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya pelan. Kembali aku lanjutkan membacanya.
Suatu saat nanti aku tahu kamu bukan lagi kepunyaanku. Kamu akan melalang buana dengan kekasihmu yang lain, tanpaku, tanpa khawatir aku akan ngambek atau cemburu. Waktuku di bumi tidak akan lama lagi, Mas. Aku memang pendam rahasia ini rapat-rapat. Air matamu hanya boleh jatuh ketika nonton iklan sedih buatan Thailand, saat mengiris bawang, atau saat beradu tahan-tahanan melotot denganku. Selain itu, kamu jangan menangis.
Suatu saat nanti kamu harus bisa membuka hatimu, Mas. Pergilah dengan seorang wanita yang kamu cintai nantinya. Luangkan waktu untuknya, hibur dia sebagaimana kamu menghiburku di saat sedih, ajak dia ke tempat favoritmu di bumi ini, simpan dan jaga perasaannya. Jangan larut dalam mengenangku. Cepat atau lambat aku akan pergi. Pergi jauh ke tempat yang tidak akan kamu jangkau jika masih ada nyawa di ragamu. Tempat itu bukan Merbabu yang sudah kamu hafal medannya, bukan pula jalanan di Jawa yang sudah hafal sudut-sudutnya. Jangan jadikan aku ratumu di Surga, ada yang lebih berhak menduduki tahta itu. Hahaha mungkin kelak di Surga nantinya kita hanya sebatas menjadi tetangga komplek.
Suatu saat nanti akan ada wanita yang mendengarkan lagu-lagu Boomerang denganmu. Rawatlah bungamu itu dengan siraman senyummu setiap harinya, berikan dia pupuk cinta terbaik yang kamu miliki. Sudahlah jangan jadi bandel lagi. Musuhmu sudah banyak. Kasihan kekasihmu kalau kamu babak belur setiap minggu. Aku tidak lagi bisa merawatmu atau memapahmu untuk berganti baju.
Suatu saat nanti kamu harus mengingat di mana meletakkan korek apimu. Kalau perlu ikat di tasmu itu. Aku sering ikut sebal kalau kamu sudah panik ketika hendak membakar rokok tapi korekmu hilang. Hmmmm apalagi ya yang ingin aku tulis. Pokoknya jaga kesehatanmu. Jangan keseringan begadang. Bilang ke anak-anak Illuminati kalau nongkrong jangan sampai pagi.