Aku dan Fahmi memutuskan ngopi di Joglo Kopi. Tempat ngopi yang selama ini menjadi favoritku, tempat yang penuh dengan kenangan baik. Namun, semua tidak seperti dulu. Jika dulu anak-anak ILLUMINATI selalu ramai-ramai ke sini, sekarang paling hanya aku, Fahmi, dan Rizki. Memang begitulah sebuah perjalanan, satu persatu akan pergi. Seperti biasa, ketika aku ngopi di sini selalu memesan kopi pahit, sebotol air mineral, dan cemilan.
"Ceritanya gimana, Ka?" tanya Fahmi.
"Tentang Ratna, ya? Oke, agak panjang sih. Tapi kalau aku nggak cerita, aku ngerasa ada beban," jawabku.
"Oke, jadi gimana?"
"Jadi gini. .. ."
"RAKAAAAA, FAHMIIIII."
Belum sempat aku bercerita, aku mendengar teriakan dari suara yang sangat kukenali. Fahmi membalas panggilan itu, sedangkan aku malu-malu untuk menanggapinya. Ratna dengan wajah sumringah dan penuh senyum itu berjalan riang ke arah kami.
"Kalian ngopi kok nggak bilang-bilang. Aku gabut banget di kontrakan lho," kata Ratna.
"Iya, tadi aku sama Raka dadakan ke sini," jawab Fahmi.
Ratna memandangku dengan menampilkan senyumnya, sedangkan aku hanya tersenyum tipis. Dia bertingkah seperti tidak ada apa-apa, padahal baru tadi malam dia membuatku salah tingkah.
"Raka juga sih, biasanya juga ngajakin aku ngopi," kata Ratna.
"Hehehehe tadi emang dadakan ke sini kok. Ini aja pesananku barusan sampai," jawabku.
Memang benar kata orang-orang, bahwa ketika kita ada di depan orang yang kita sukai maka perasaan gugup pun tidak bisa dibendung. Padahal awalnya aku dan Ratna biasa-biasa saja, tapi kali ini berbeda.
Ratna duduk di depanku. Dia terlihat lebih manis dari biasanya. Aku memandangnya dengan penghayatan penuh. Kadang dia juga curi-curi pandang ke arahku.
"Setelah ini kalian mau ke mana?" tanya Ratna.
"Kalau aku sih paling balik ke kos," jawab Fahmi.
"Kalau Raka mau ke mana?"
"Eh aku ya? Mau ke kantor," jawabku.