Burger Baper dan Kopi Kapal Nestapa

Bronze Apple
Chapter #2

Can I be More Than Just a Friend?

"Ssst! Pan! Pan!"

Sebenarnya aku tahu dia heboh berdesis ke arahku dari balik tanaman pagar bunga soka. Tapi aku sok cuek. Berlagak terhanyut dalam bacaanku ala cowok-cowok pinter 'n cool di drama Korea; jariku bergerak anggun membalik lembaran buku yang tergeletak menelentang di atas pangkuanku.

"Revaaan, ih, dasar bonge!"

Tak sabar, Reshanda Chandrani, a.k.a Ares, berderap seperti banteng, menghampiri lalu menjewer daun telingaku.

"Wada-di-daw! Apaan sih dasar cewek barbar!"

Membetulkan kacamataku yang miring, aku yang dipaksanya berdiri sontak memberengut.

"Ngapain sih pura-pura gak denger segala! Sok gaya amat lagi, nangkring di pinggir air mancur sambil baca buku setebel batako!"

"Jih, ya suka-suka gw lah mo nangkring di mana. Di samping air mancur kek, di perpustakaan kek, di kandang embek kek. Kalo gw nangkringnya di tiang jemuran tempat celdal en kutang-kutang berenda bergelantungan baru tuh lo berhak protes!"

Tanpa disangka celetukanku membuatnya mendengus geli.

"Whatever lah. Nih. Coklat. Hepi valentine yah ma beloped hippopotamus," dan sambil berkata begitu, tanpa peringatan, dihantamkannya sebuah kado bingkisan dengan sepenuh tenaga ke dadaku.

"Buset. Pelan-pelan aja ngasihnya napa, gak usah pake otot. Tulang rusuk gw retak nih." Aku sewot.

"Lebay, ah. Masa digituin aja sakit, wong badanmu segede gembrong gitu kok," kata Ares santuy.

"Dimakan ya, Pan. Itu coklatnya aku bikin sendiri, lho."

Aku mengerjap. Untuk sesaat otakku dilanda gelombang kejut atas pernyataan tersebut, yang otomatis membuncahkan kerlap-kerlip sinyal pengharapan akan suatu "makna khusus" yang mungkin saja tersirat dibaliknya.

Lagi pula kalau dipikir-pikir, memang tumben-tumbenan sih Ares memberiku coklat valentine buatannya sendiri. Tahun-tahun sebelumnya paling banter aku cuma dapat coklat koin, permen telor cicak, atau Beng-Beng sebiji....

Lihat selengkapnya