Burn Out

Siti Soleha
Chapter #1

Permainan Berakhir

    Senyuman menyeringai yang terpantul pada sebuah kaca besar agaknya terlihat begitu menyeramkan. Tatapan matanya yang dingin dengan jelas memperlihatkan keputus-asaannya pada hidup yang ia jalani selama dua puluh dua tahun ini.

"Aku ingin mati," bisiknya ke arah cermin itu.

  Tidak akan ada yang mengira, pemilik senyum menyeramkan itu ternyata seorang perempuan manis berlesung pipit serta memiliki gigi gingsul di sebelah kanannya. Dua hal yang mampu menjadikan wajahnya lebih menarik dan enak dipandang.

    Dia bernama Naomi Inara, perempuan yang bahkan selalu dijuluki 'putri salju' oleh rekan-rekannya karena memiliki kulit yang begitu putih cenderung pucat ini tidak akan ada satu pun orang yang mengira bahwa ia dalam keadaan depresi. Siapa yang menyangka? Senyuman manis yang selalu ia lontarkan di hadapan orang-orang selama ini ternyata palsu.

    Ngomong-ngomong masalah kulitnya yang putih. Bukan rahasia umum lagi bahwa di Indonesia standar kecantikan perempuan ialah yang memiliki kulit putih. Tidak masalah apabila bentuk hidungnya tidak simetris, matanya besar sebelah atau dagunya lebar, selama memiliki kulit yang putih ia tetap dianggap cantik.

    Naomi selain memiliki kulit yang putih, ia juga memiliki mata yang indah, simetris, hidung yang mancung, alis yang hitam, bibir yang tebal dan dagu yang lancip. Harusnya jelas memenuhi standar kecantikan perempuan di negara ini. Tapi yang namanya mental suka menghina orang lain dan tidak mengaca pada diri sendiri tampaknya sudah mendarah daging. Fenomena body shaming telah ada saat ia SD. Tidak akan ada yang percaya bahwa sejak SD, Naomi telah menjadi korban bully teman-temannya. Yang tentunya juga masih SD.

    Mereka menghina Naomi dengan mengatakan bahwa kulitnya sepucat mayat. Dan bahkan teman-teman lelakinya mengatakan seharusnya ia lebih sering berjemur agar kulitnya tidak terlalu pucat. Naomi kecil nangis meraung-raung memercayai omongan teman-temannya dan sejak itu ia membenci warna kulitnya sendiri.

   Belum lagi yang menghinanya dengan mengatakan bahwa bibirnya terlalu tebal seperti bibir babi. Ia benar-benar tidak dapat menerimanya. Sepulang sekolah setelah mendapatkan penghinaan itu ia lari ke kamar, mencari gunting di laci, membawanya ke kamar mandi dengan kaca kecil. Menutup pintu kamar mandi rapat-rapat dan setelah memastikan semuanya aman, tidak akan ada yang melihatnya, ia mulai bercermin dan mengarahkan gunting ke arah bibirnya. Naomi kecil sungguh polos, yang ada di pikirannya adalah bagaimana agar ia tidak dibenci lagi.

   Satu-satunya jalan adalah ia harus memotong bibirnya. Dalam pikirannya, apabila ia menggunting bibirnya, maka bibirnya akan menjadi lebih tipis. Tidak lagi tebal seperti babi. Naomi kecil tidak berpikir bibirnya akan terluka, merasakan sakit dan mengeluarkan darah. Untungnya, ayahnya yang seorang pekerja serabutan, lebih sering di rumahnya daripada bekerjanya, melihat gelagat aneh anaknya dan mengikutinya ke kamar mandi.

   Sebelum Naomi melakukan aksinya, ayahnya menggedor pintu kamar mandi itu sehingga membuat Naomi kaget dan melemparkan guntingnya. Lalu bisa ketebak apa yang terjadi, Naomi kecil menangis meraung-raung lagi dan ayahnya meminta ia membukakan pintu. Naomi menurut, setelah pintu terbuka ia keluar dengan raut wajah ketakutan seraya memeluk ayahnya dan menumpahkan seluruh rasa sakit hatinya di bahu ayahnya.

    Tahun-tahun berlalu, ia tumbuh menjadi seorang perempuan yang tidak percaya diri. Padahal jelas saat ini, terlihat di toko-toko kosmetik, dari mulai sabun cuci muka, pelembab, sunscreen, body lotion, serum, essence, mousturezier, dan lainnya pasti mengandung whitening. Produk-produk kosmetik yang mengandung whitening sungguh laku di pasaran. Diburu semua kalangan perempuan, dari mulai yang memiliki kuning langsat hingga sawo matang.

Lihat selengkapnya