Burn Out

Siti Soleha
Chapter #3

Keiko Sang Putri Baik Hati

"Apa yang kamu lakukan semuanya palsu! Mengapa kamu begitu jahatnya dengan membunuh temanmu yang telah memberikan kehidupan baik untukmu?"

  Kali ini email itu lebih panjang isinya. Siapa orang yang mengatasnamakan "ku" itu? Ia tahu dengan detail apa yang terjadi pada masa lalu Naomi. Jelas dia berasal dari masa lalu.

  Tunggu sebentar, ada kiriman email lagi dan pengirimnya masih sama. Naomi dengan kasar mengarahkan kursor dan membukanya.

"Dasar manusia tidak tahu diri dan tidak tahu balas budi!"

  Naomi terdiam, hampir menangis dan ingin cepat-cepat menghubungi Arina. Tapi email itu terus berdatangan seperti suara anjing yang menggonggong karena lapar.

"Apa kamu kira aku tidak tahu? Novelmu yang berjudul 'Cinta Terhalang Senja' dan 'Memory Kisah Di SMA' yang best seller itu bukan murni karanganmu melainkan karangan Keiko? Bagus sekali, kamu mengambil apa yang bukan milikmu dan menjadi kaya raya karenanya, tidak peduli kamu berhasil mencuri karya itu dan membunuh pengarangnya."

"Tidak ... tidak!! Tidak! Hiks ...." Naomi menggeleng perlahan seraya menangis.

   Serangan paniknya kambuh lagi, tangannya dengan cepat mencari obat penenang yang di resepkan oleh psikiater langganannya. Tangannya meraba-raba kotak P3K yang berada di samping atas meja kerjanya. Tapi karena tangannya bergetar ia tidak mampu menjangkaunya.

  Siapa yang berani-beraninya menyerang Naomi seperti ini? Mengirimi email dengan brutal dan membabi buta tanpa ampun kepada Naomi, seorang gadis polos, lugu dan memiliki masalah mental?

   Sebenarnya Naomi sudah biasa di bully dari SD. Seharusnya ia lebih tahan dan paham dengan mekanisme perundungan itu. Orang yang membully hanya ingin membuat korbannya merasakan ketakutan. Semakin takut, ia semakin kegirangan.

   Naomi duduk membungkuk, kepalanya ia tenggelamkan pada kedua dengkulnya. Siapa kira-kira orang yang mengetahui karangan Keiko itu? Apa mungkin Keiko menceritakan karangan itu kepada orang lain?

   Tapi tidak mungkin. Keiko pernah bercerita bahwa ia hanya menceritakan karangannya kepada Naomi. Ia bahkan menyuruh Naomi berjanji agar tidak memberitahu orang lain.

 "Jangan merasa sok suci dan merasa tidak bersalah. Kamu adalah makhluk paling jahat di muka bumi ini!"

"Tidak, aku bukan merasa sok suci. Tapi memang aku tidak bersalah! Kamu tidak mengetahui apa-apa. Kamu tidak mengetahui cerita yang sebenarnyaaa ...," teriakan Naomi memenuhi ruangan apartemennya.

   Ia mengacak-acak semua barang yang berada di meja kerjanya. Selain laptop yang tidak ia banting karena laptop itu merupakan pemberian Keiko, semua yang berada di meja kerjanya seperti pulpen, catatan-catatan kecil, naskah-naskah yang baru saja ia print, terlempar ke lantai berserakan.

   Ia menangis sejadi-jadinya. Sialan, kemana obat yang ia butuhkan! Obat penenang itu memang selalu hilang bila dicari. Sebenarnya memang tidak hilang, tapi karena Naomi mencarinya dalam keadaan panik, jadi tidak ketemu.

"Aku nggak membunuh kamu kan, Keiko? Kamu tahu bahwa bukan aku yang membunuh kamu kan? Hiks ... Hiks," tangisan Naomi mengalir membasahi pipinya hingga basah.

   Kenapa penderitaan seolah senang bermain-main dengan kehidupannya? Menganggap Naomi sahabatnya dan seolah tidak ingin melepaskannya?

  Ia melihat ke arah laptop dan mendekatinya. Apakah email itu sudah berhenti? Rupanya Naomi salah, email itu terus saja mengirim kata-kata makian dan ada juga yang bernada ancaman.

"Bukankah Keiko adalah perempuan paling cantik dan baik hati di dunia ini? Kenapa ia harus mati secepat itu? Sementara kamu, manusia tidak berguna, benalu, bahkan parasit karena menumpang hidup pada orang lain, bisa hidup sampai saat ini?"

"Tidddaaaakkk!!!" Naomi menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pun sebenarnya sudah menginginkan kematian saat itu, kalau saja Arina tidak menolongnya, ia pasti sudah mati.

  Oh, iya, Arina. Kemana editor bawel itu? Bukankah cutinya sudah selesai? Bukankah harusnya ia sudah masuk kantor? Kenapa malah menghilang seperti ini saat Naomi membutuhkannya.

"Kenapa bukan kamu saja yang mati!!"

  *****

  Di mobil, Naomi diam saja tidak bicara. Gadis itu terlalu malu dan segan pada gadis cantik keturunan Jepang di sebelahnya itu. Padahal Keiko tersenyum ramah kepadanya, selain menawarkan tempat tinggal dan biaya sekolah, ia juga menawarkan persahabatan.

   Keiko seolah ingin merengkuh Naomi yang hidupnya diliputi kesedihan. Tapi, melihat Naomi yang terkesan menjaga jarak, Keiko juga diam saja. Membiarkan Naomi nyaman dan tidak ingin mengganggunya.

Lihat selengkapnya