Burn Out

Siti Soleha
Chapter #9

Naskah Milik Keiko

"Ingin menjadi penulis? untuk apa?" Naomi akhirnya tidak tahan juga untuk tidak menanyakannya. Padahal, rasa ingin tahunya sudah ia tahan-tahan sampai ke kerongkongan, tapi akhirnya ia mengucapkannya juga.

"Aku bisa menyuarakan apa yang selama ini tidak bisa disuarakan." Mata Keiko menerawang jauh, tapi saat matanya beradu dengan Naomi, ia langsung memaksakan diri untuk tersenyum.

"Bersuara tentang apa?"

  Sungguh, Naomi benar-benar penasaran. Selama ini yang ada di benaknya, gambaran kehidupan orang macam Keiko adalah gambaran surga. Istilahnya, surga dunia. Di mana orang-orangnya tidak perlu berpikir, menanyakan banyak hal apalagi bersedih. Jelas saja, mereka sudah memiliki segalanya. Segala hal yang tidak dimiliki oleh orang-orang seperti Naomi. Apalagi Keiko bercita-cita ingin menjadi penulis hanya untuk menyuarakan hal yang tidak bisa disuarakan.

  Memangnya, ada hal yang tidak bisa disuarakan oleh orang seperti Keiko yang memiliki segalanya? Ah, Naomi jadi tidak mengerti apa maksud perkataan Keiko.

"Banyak hal, sesuatu yang tidak bisa kau lakukan dengan aksi. Terlalu kuat untuk melawannya, kamu tidak memiliki daya apa-apa untuk melawannya. Hingga kamu hanya bisa menyuarakannya lewat tulisan. Sebentar, aku memiliki dua novel yang kutulis di sela-sela waktu senggangku."

  Keiko beranjak, menuju meja belajar putih miliknya. Sedang dalam pikiran Naomi, ribuan pertanyaan kini menjadi semakin besar. Lagi-lagi ia bertanya dalam hati, 'Memangnya ada hal yang tidak bisa dilawan oleh orang-orang seperti Keiko?'

  Keiko kembali duduk di ranjang dengan membawa dua buku di tangannya. Masing-masing buku tersebut ditulisi judul di bagian depannya. Keiko memberikannya pada Naomi dan Naomi menerimanya seraya membaca kedua judul di tiap buku, buku yang pertama bertuliskan "Cinta Terhalang Senja" dan kedua bertuliskan "Memori Kisah di SMA."

"Buka saja," ucap Keiko seolah menjawab rasa penasaran Naomi.

"Mungkin ceritanya tidak bagus dan ya, biasa saja. Tapi aku menyukainya, menulis adalah healing untuk diriku ketika stres. Jadi, aku benar-benar menikmati proses menulis ini."

  Naomi mengangguk-angguk mendengar penjelasan Keiko. Baru beberapa paragraf yang Naomi baca, ia sudah jatuh hati dengan gaya penulisan Keiko. Gaya penulisannya tidak pasaran dan unik, membuat Naomi ingin melahap cerita itu untuk dinikmatinya.

"Sepertinya ceritanya bagus, aku jadi tidak sabar untuk membaca keseluruhan isinya," seru Naomi. Ia beralih ke buku yang kedua yang berjudul "Memori Kisah di SMA", seperti buku yang pertama, Naomi sudah dibuat jatuh hati oleh isi ceritanya.

"Ah, ceritanya biasa saja. Namun karena aku memang mencintai dunia tulis-menulis, jadi aku mengerjakannya dengan sungguh-sungguh."

   Ucapan Keiko tidak berbohong, itu bisa dibuktikan dengan adanya rak buku besar di kamarnya. Sepertinya rak buku berwarna coklat tua itu bisa menampung sekitar lima ratusan buku kurang lebih dan rak itu sudah dipenuhi oleh semua buku.

"Aku lihat cerita ini sungguh manis di awal-awal cerita. Apa akan terus manis sampai ending?" Naomi membolak-balikan buku yang lumayan tebal itu.

"Haha, buku itu memang hanya kisah fiksi, jadi akan bagus kalau ceritanya dibuat happy ending. Tapi kenyataannya, aku tidak mampu membayangkan bagaimana kisah dengan akhir bahagia yang seharusnya. Jadi, cerita akhirnya kubuat sedikit sedih."

  Naomi tidak menanggapi perkataan Keiko. Ia sibuk berpikir dalam hati bahwa ternyata, selain banyak bakat yang Keiko miliki, bakat menulis yang ia punya juga tidak main-main. Tulisan Keiko terlihat seperti tulisan profesional pada umumnya, ya, walaupun masih terlalu dini untuk menyimpulkan.

Lihat selengkapnya