Naomi masih tidak habis pikir setelah melihat foto yang dikirimkan Dikta tersebut. Jangan-jangan selama ini yang dikatakan Dikta adalah kejujuran, bahwa ia mengetahui semua hal dari Arina. Di mulai dengan Naomi melakukan bunuh diri, sedang sekarat di rumah sakit, termasuk sandi apartemen Naomi, semuanya adalah Arina yang memberi tahu Dikta.
Sebenarnya sangat masuk akal. Mengingat sandi tersebut hanya Arina yang mengetahuinya. Berarti selama ini Arina berbohong? Dia berkali-kali bersumpah bahwa bukan dia yang memberitahu Dikta tentang itu semua dan sama halnya dengan Arina, Dikta pun bersumpah bahwa semua hal tersebut Arina yang memberitahunya.
Sebenernya, apa yang ia lewatkan? Mengapa semuanya menjadi di luar kuasanya seperti ini. Ini hidupnya, tapi seperti hidupnya sedang disetir oleh orang lain. Naomi memukul kepalanya sendiri berkali-kali dengan telapak tangannya. Mencoba menyadarkan dirinya sendiri. Dia tidak menyangka bahwa ia bisa sebodoh itu.
Naomi tidak bisa menahan diri untuk mengirimkan foto tersebut pada Arina. Apa kira-kira reaksi Arina? Apa ia akan terkejut? Atau mau tetap menyangkal bahwa ia tidak mengenal Dikta? Ia segera memforward foto tersebut, menanyakan apa maksud semua ini dan mengirimkannya pada Arina.
Tidak butuh waktu lama untuk Naomi menunggu pesannya dibaca oleh Arina. Satu detik, dua detik, lima detik, Naomi tidak melihat adanya tanda-tanda Arina mengetik sesuatu. Baru setelah Naomi ingin beranjak dari ranjangnya, ia mendapatkan balasan chat dari Arina.
Arina: "Lo dapet dari mana foto itu, Nom? Sumpah, kaget gue."
Naomi: "Ya pasti lo kaget lah. Lo pasti nggak nyangka bisa ketahuan sama gue kalau lo bohong."
Arina: "Bohong? Bohong apaan?"
Naomi: "Ya bohong, lo bilang lo nggak pernah berhubungan sama Dikta. Kenapa lo bisa duduk berdua di cafe?"
Arina: "Astaga, gue ngerti nih ke mana arahnya. Yang ngirim foto itu pasti Dikta kan? Dia pasti pengen ngebuat lo nuduh gue yang enggak-enggak. Tapi tenang aja, gue tahu kok hal ini pasti bakalan tejadi. Gue punya bukti kalau ini semua udah direncanain sama Dikta!"
Bukti? Arina mempunyai bukti apa? Naomi jadi penasaran.
Naomi: "Maksud lo bukti apa?"
Arina: "Lo ke sini deh, nanti gue tunjukin buktinya."
Tidak berapa lama, Arina mengirimkan share loc cafe ia berada. Begitu memastikan, Naomi segera beranjak dari ranjang dan bersiap mandi cepat-cepat agar Arina tidak terlalu lama menunggunya.
Dalam pancuran shower Naomi berpikir keras, lalu bagaimana kalau bukti Arina tidak cukup kuat untuk menuduh Dikta adalah pelakunya? Apa ia harus menjauhi Arina? Orang yang selama ini menjadi sahabatnya sekaligus tempat keluh kesahnya.
............
Naomi berjalan ke arah Arina yang melambaikan tangan padanya. Senyum Arina begitu mengembang, tidak terlihat kegusaran sama sekali di wajahnya. Padahal ia baru saja duduk berdua dengan Dikta, orang yang selama ini ia bersumpah sarapah tidak pernah berhubungan dengannya.
Naomi hanya tersenyum sekilas kepada Arina, untuk saat-saat seperti sekarang sangat sulit mengajak bibirnya bekerja sama untuk tersenyum lebih tulus kepada sahabatnya itu. Tidak, Naomi harus waspada, selama Naomi belum mendapatkan bukti yang cukup meyakinkan dirinya, di sini ia tidak tahu siapa lawan siapa kawan.