Kini Pak Aksan dan Naomi sudah sampai di rumah Pak Aksan yang berada di pinggiran desa. Untungnya di daerah itu jarak antara rumah ke rumah masih sangat jauh sekali. Lampu-lampu di jalanan desa itu pun jarang jadi jalanan masih gelap. Hingga mungkin tidak ada satu pun warga yang menyadari kedatangan mereka.
Pak Aksan menatap Naomi dengan tatapan sedih. Ia terpaksa menyeret Naomi dari dalam mobil dan mengurungnya di kamar. Tidak itu saja, Pak Aksan juga mengikat tubuhnya dengan tali agar Naomi tidak kabur. Mulut Naomi juga dimasukkan kaos kakinya sendiri agar ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Bukan tanpa alasan Pak Aksan melakukan hal itu. Jujur, ia kewalahan dengan sikap Naomi. Sejak Tuan Aoki menyuruhnya untuk menjauh dari rumah dan Keiko, menjauh sejauh-jauhnya terserah kemana saja asal tidak dilihat polisi, Naomi meronta-ronta dan mengamuk. Ia berteriak sejadi-jadinya minta diturunkan agar dapat melihat Keiko.
Tidak itu saja, karena permintaannya tidak dituruti, Naomi bahkan menjambak rambut Pak Aksan yang sedang menyetir. Padahal Pak Aksan menyetir dengan cepat agar tidak dilihat siapa pun. Alhasil, mobil yang dikendarainya jadi oleng ke sana kemari. Sekuat apapun Pak Aksan menenangkan Naomi, Naomi seolah tidak peduli dan terus menjambaki rambut Pak Aksan berharap Pak Aksan menghentikan mobilnya.
Tapi Pak Aksan pun sama keras kepalanya dengan Naomi. Tidak peduli sudah berapa banyak rambut yang jatuh akibat jambakan Naomi, meski Pak Aksan harus sekuat tenaga menahan rasa sakit hingga wajahnya memerah, ia tetap tidak menghentikan laju mobilnya.
Pak Aksan berubah menjadi seperti zombie. Tidak merasakan rasa sakit, tidak mendengarkan seberapa kencangnya tangisan Naomi, teriakan-teriakan Naomi, bahkan di saat Naomi berulang kali memohon pada Pak Aksan untuk menghentikan mobilnya pun Pak Aksan bergeming. Saking putus asanya, Naomi sempat meninju wajah Pak Aksan hingga membuat hidungnya berdarah. Apakah perih? Tentu saja. Tapi lagi-lagi Pak Aksan tidak memedulikan tubuhnya yang sudah habis oleh Naomi.
Pak Aksan lebih takut pada Tuan Aoki. Apapun yang dikatakan oleh tuannya itu, ia tidak bisa melawannya. Pak Aksan pernah dibuat gentar saat melihat Tuan Aoki memukuli Pak Sarman, tukang kebun keluarga mereka hanya karena permasalahan sepele. Pak Sarman meninggalkan air keran yang masih menyala, lupa ia matikan karena ia terburu-buru menyahuti panggilan Bi Inah.
Pak Aoki yang saat itu baru pulang dari kantor dan mendapati keran dalam keadaan menyala langsung menegur dan memukuli Pak Sarman tanpa ampun. Semua orang yang bekerja di sana melihat dengan bergidik ngeri tanpa berniat menolong Pak Sarman. Bagi Tuan Aoki, menghabis-habiskan air bukanlah perbuatan terpuji. Benar memang, tapi memukuli orang yang hanya lupa mematikannya juga jauh lebih tidak terpuji.
Sejak saat itu, Tuan Aoki di mata Pak Aksan bagaikan monster. Bagaimana tidak? Orangnya begitu perfeksionis sekali. Tidak bisa melihat kesalahan kecil sedikit pun, bahkan walau mereka sudah meminta maaf, Tuan Aoki belum puas kalau belum memukuli mereka.
Naomi menatap Pak Aksan dengan tatapan benci. Bukan pertama kali ia melakukannya dan Pak Aksan sudah jengah karena Naomi selalu salah paham dengan tindakannya. Percuma menjelaskan maksud dari apa yang Pak Aksan lakukan kepada bocah SMA itu. Maka Pak Aksan hanya diam saja.
Mata Pak Aksan menyusuri wajah Naomi dan merasa begitu kasihan. Sebenarnya, bukan hanya Pak Aksan yang wajahnya babak belur karena dipukuli oleh Naomi. Naomi pun wajahnya juga babak belur karena terbentur sesering mungkin di mobil. Bahkan, di pipi bagian rahangnya ada yang lecet. Sebab, ia sempat tersungkur jatuh ke bawah saat mobil yang Pak Aksan kendarai menginjak rem yang kencang karena di depannya ada kucing yang melintas.
Setelah tersungkur, bukannya merasa kesakitan, Naomi langsung bangun dan memukuli serta menjambak rambut Pak Aksan lagi. Berharap Pak Aksan kesakitan dan menghentikan mobilnya, atau malah Naomi berharap Pak Aksan dapat mengingat-ingat lagi kebaikan Keiko hingga balik arah karena tidak tega meninggalkannya sendirian.
Tapi harapan Naomi hanyalah harapan kosong. Pak Aksan jelas tidak memedulikan Keiko. Itu adalah kesimpulan yang berada di pikirannya. Pak Aksan jelas memikirkan dirinya sendiri. Pak Aksan sangatlah egois.