Burn Out

Siti Soleha
Chapter #22

Mengubur Kenangan

"Bagaimana bisa kasus ini dianggap tidak ada, Pak Aksan? kalau memang kasus ini tidak ada, seharusnya Keiko tidak meninggal. Seharusnya Keiko masih baik-baik saja."

   Pertanyaan Naomi menguap begitu saja. Pak Aksan sama sekali tidak menjawabnya. Memang benar apa yang dibilang Naomi, mengapa Tuan Aoki begitu tega menganggap kasus ini tidak ada? Pak Aksan juga sebenarnya tidak kalah penasarannya dengan Naomi. Tapi untuk bertanya lebih jauh, jelas Pak Aksan tidak berani.

..............


  Esoknya, pagi-pagi sekali Pak Aksan meninggalkan Naomi sendirian yang masih tertidur di kamar untuk pergi ke rumah Keiko. Dalam hati, Pak Aksan juga ingin melakukan hal yang sama dengan Naomi, yaitu ingin membuat kasus ini terang. Diam-diam ia tetap pergi ke rumah nona nya itu. Meski ia yakin kalau Tuan Aoki mengetahuinya, ia pasti dimarahi.


  Sesampainya di sana, betapa kagetnya ia melihat pagar rumah Keiko yang tinggi digembok. Semua orang tidak dapat memasukinya. Pak Aksan mencari rekan-rekannya yang bekerja di rumah Keiko seperti Pak Tejo, Pak Sarman dan juga Bi Inah. Tapi tidak ada satu pun orang di dalam rumah itu. Rumah itu sepi dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa semalam.


   Rumah itu normal saja, hanya terlihat seperti rumah yang sudah lama tidak berpenghuni. Padahal, baru kemarin malam Pak Aksan duduk di ruang tamu menantikan kepulangan Keiko di sana. Tapi sekarang rumah itu seperti diliputi aura kesedihan yang mendalam. Tampak seperti seluruh isi rumah sedang berduka mengiringi kepergian nona kesayangannya.


  Dan tepat di depan gerbang, netra Pak Aksan mengarahkan pandangannya ke depan pintu. Di sana, di sana para penjahat itu mengembalikan Keiko dalam keadaan tidak bernyawa. Dan di sana juga harusnya ia membawa nona terbaiknya ke rumah sakit agar tidak meninggal. Tapi semua itu di luar kuasanya. Ia tidak memiliki kuasa apa-apa. Bahkan sampai detik ini pun Pak Aksan tidak mengetahui jenazah Keiko disemayamkan atau di kremasi.


   Baru kemarin pagi, dirinya mengantar nona besarnya itu ke sekolah. Wajahnya yang memang putih ditambah Keiko mungkin sedang banyak pikiran di mata Pak Aksan karena sedikit pucat itu menarik perhatiannya. Dirinya sempat menyuruh agar Keiko beristirahat saja di rumah tidak usah ke sekolah. Tapi nonanya itu selalu mengatakan dirinya baik-baik saja dan tetap ingin bersekolah.


  Harusnya Keiko mengikuti nasehat Pak Aksan. Hingga Pak Aksan tidak perlu merasakan kehilangan seperti ini. Tangannya mencengkram kuat gerbang yang tinggi serta kokoh itu. Ia cengkram kuat-kuat karena tidak sanggup menepiskan kesedihannya. Air matanya yang sudah ia tahan kuat-kuat terjatuh di luar kuasanya.


  Akhirnya Pak Aksan ingat, ia harus menemui Bi Inah. Semalam, Bi Inah lah yang berada di samping Keiko sewaktu dirinya melarikan diri bersama Naomi. Ia harus menemui Bi Inah dan mengetahui segala hal yang terjadi. Benar kata Naomi, mana bisa kasus ini dianggap tidak ada sementara Keiko meninggal. Ia tidak bisa membiarkan ini terjadi.


  Sekilas sebelum pergi, Pak Aksan menoleh sekali lagi ke depan pintu. Lantai itu sudah dibersihkan seluruhnya, tidak ada sedikit pun darah Keiko yang berada di sana. Padahal tadi malam, darah Keiko hampir menggenangi seluruh lantai depan pintu. Seolah memang tidak ada hal yang mengerikan terjadi. Semua menutup mata. Tunggu, Pak Aksan teringat sesuatu. Jangan-jangan Bi Inah juga dihubungi oleh Tuan Aoki untuk tutup mulut? Makanya sekarang seluruh penghuni rumah tidak ada di sini?


   Pak Aksan segera berlari, ia harus menemui Bi Inah sebelum Bi Inah disuruh melarikan diri sejauh-jauhnya oleh Tuan Aoki. Ia harus menanyakan peristiwa tadi malam sejelas-jelasnya, mengapa polisi menutup kasus ini? Mengapa teman-teman Nona Keiko tidak ada yang mencarinya sama sekali seolah-olah memang Keiko tidak meninggal.


   Waktunya begitu cepat, tidak mungkin Tuan Aoki membereskannya hanya dengan waktu satu malam saja.  Kali ini ia membawa motor pribadi, karena kalau ia membawa mobil Keiko, Tuan Aoki pasti mengetahuinya karena dapat dengan mudah melacaknya. Pak Aksan menghidupkan motor tua nya, meski tersendat-sendat seperti orang yang sedang sekarat, Pak Aksan tetap memaksakannya. Motor itu harus mengantarkan dirinya dengan cepat ke rumah Bi Inah.


  Sekali-dua kali motor itu sempat ngadat di tengah jalan. Pak Aksan mencoba sabar berulang kali menghidupkannya kembali. Tidak mudah melakukan perjalanan yang tergesa-gesa menggunakan motor tua berwarna putih-hitam itu. Motor itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Tapi ia tidak punya pilihan lain.


  Jarak antara rumahnya dengan rumah Keiko sangat lah jauh. Kalau menggunakan angkutan umum bisa berapa kali naik. Pak Aksan harus bisa menghemat uang yang dimilikinya karena ia tahu ini adalah gaji terakhir yang akan ia dapatkan. Dengan menutup rapat pintu rumahnya, Tuan Aoki pasti sudah memecat seluruh pekerja di rumahnya.


   Sementara ia harus tetap melanjutkan hidup. Dengan membeli makanan dan keperluan lainnya. Berdua pula dengan Naomi. Jadi ia memutuskan untuk sabar meski kadang saat ngadat, Pak Aksan menendangnya motornya itu untuk meluapkan kekesalannya.


Lihat selengkapnya