Naomi membuka matanya, sadar bahwa dirinya ketiduran, ia tersentak dan langsung terbangun. Bagaimana bisa ia membiarkan tubuhnya istirahat sementara Keiko tidak ada yang menyelamatkan. Ya, tidak ada satu pun yang mau menyelamatkan Keiko. Tidak Pak Aksan, tidak juga ayahnya sendiri, Tuan Aoki.
Naomi menangis lagi. Meratapi penderitaan Keiko yang meninggal dengan begitu kesakitan. Lebih parahnya lagi, ia sendiri pun tidak dapat berbuat apa-apa. Itu yang lebih menyiksa perasaan Naomi. Padahal Keiko sudah menyelamatkannya dari hidup yang penuh penderitaan, mengangkatnya, dan memberikan hidup baru yang bahagia. Tapi apa balasan Naomi? Ia membiarkan Keiko mati di hadapannya, sungguh keji.
Netra Naomi menyusuri ruangan berukuran 3x4 itu. Di mana Pak Aksan? Apa ia tidur di luar? Naomi mengecek hpnya. Sudah jam sebelas siang, tidak mungkin Pak Aksan masih tertidur. Ia mencoba menajamkan pendengarannya, tampaknya di depan tidak ada suara berisik atau orang melakukan aktivitas. Rumah itu seperi hanya ia sendiri yang berada di sana.
Naomi tersadar. Apa Pak Aksan kabur? Apa mungkin Tuan Aoki menyuruhnya kabur dan meninggalkan Naomi sendirian di sini? Seketika, raut wajah Naomi berubah marah. Tidak, ia tidak akan mendiamkan orang-orang yang dengan mudah menutup kasus Keiko. Naomi memang masih kecil, ia juga tidak memiliki kekuasaan apa-apa jika dibandingkan dengan Tuan Aoki.
Tapi ia memiliki dendam. Setelah Keiko meninggal, satu-satunya kepunyaan Naomi saat ini adalah dendam. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk membalas dendam kepada orang yang telah membunuh Keiko, walau nyawanya sendiri menjadi taruhannya.
Baru saja ia mengambil hpnya untuk menghubungi Pak Aksan, hp Naomi berdering kencang. Di layar tertulis nama Pak Aksan. Bagus, ia tidak perlu repot-repot mencari Pak Aksan kesana-kemari.
"Halo, Pak Aksan ada di mana? Jangan bilang sama saya kalau Pak Aksan melarikan diri disuruh Tuan Aoki? Pak Aksan benar-benar tega sama Keiko. Saya akan melaporkan Pak Aksan dan Tuan Aoki ke polisi atas tuduhan dalang di balik kematian Keiko," ujar Naomi berang.
Ia yang sudah frustrasi berbicara apa saja agar Pak Aksan terintimidasi. Walau ia tahu, melapor pun tidak ada gunanya. Ia tidak memiliki bukti apa-apa. Polisi pasti dengan cepat menutup laporannya.
"Naomi, dengarkan saya dulu. Saya ke rumah Bi Inah untuk mengetahui apa yang terjadi setelah polisi pulang. Tadinya saya hanya ingin bertanya di bawa ke mana Non Keiko, tapi fakta di tempat membuat saya malah terguncang."
Fakta? Fakta apa lagi yang bisa membuat Pak Aksan terguncang? Sungguh, Naomi sudah tidak sanggup rasanya untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh Pak Aksan.
"Fakta apa lagi, Pak Aksan? Pak Aksan jangan mengada-ada, ya!"
Nada bicara Naomi naik beberapa oktaf. Meski anak kecil, ia tidak rela dibohongi. Entahlah, mungkin otak Naomi sudah dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif sehingga ia selalu melihat sesuatu dari sudut pandang yang salah.
"Saya tidak mengada-ada, Naomi. Untuk apa saya melakukan itu? memang benar saya mendapatkan fakta dari Bi Inah dan yang lainnya bahwa rumah Non Keiko akan dibakar atas perintah Tuan Aoki!"
Kata-kata Pak Aksan bagaikan petir di telinga Naomi. Dirinya begitu terguncang mendengarnya. Kegilaan apa lagi yang dilakukan oleh Tuan Aoki? Apakah ia tidak cukup puas dengan menutup kasus pembunuhan anaknya dan menganggapnya tidak ada? Apa pentingnya ia harus sampai membakar rumahnya segala? Sungguh, itu tidak masuk akal.
Deg!
Naomi tersadar. Ia teringat akan perkataan Keiko bahwa apapun yang terjadi pada Keiko ia harus menjaga dua novelnya dengan sangat baik seperti Keiko menjaganya. Dan kini rumah itu mau dibakar? Tidak. Keiko memang sudah meninggal tapi ia tidak akan membiarkan semua kenangan yang berhubungan dengan Keiko ikut menghilang.
Apalagi kedua novel itu. Keiko dengan bersungguh-sungguh meminta Naomi menjaganya dengan baik kalau Keiko sudah tidak bisa menjaganya. Meski Naomi mengiyakan dengan tidak serius, kini ia harus mendapatkan novel itu bagaimana caranya.
"Naomi, Naomi, kamu masih di situ?" suara Pak Aksan terdengar panik karena Naomi tidak merespon panggilannya.