Burung Terbang Berpasangan

Husni Magz
Chapter #4

Poster Lelaki Tampan di Kamarku

Dahulu, aku gandrung sekali dengan majalah-majalah dan tabloid remaja. Kami begitu antusias menyimak berita-berita selebritis dan infotainment di lembaran-lembaran media yang selalu terbit secara berkala.


Hiburanku, selain ponsel kentang yang hanya bisa digunakan untuk menelpon, berkirim pesan dan main game ular-ularan, adalah membaca majalah-majalah sesuai dengan hobiku.


Aku berlangganan dua majalah remaja yang terkenal. Meski tidak selalu membelinya setiap pekan, aku sesekali membeli majalah atau tabloid yang menyajikan bonus poster orang-orang yang aku gandrungi. Lebih sering adalah aktor tampan, penyanyi lelaki tampan atau atlit lelaki--yang lagi-lagi tampan. Aku akan mengumpulkan poster-poster itu dan menempelkannya di dinding kamarku yang kusam. Setiap kali aku berbaring, aku ditemani oleh lusinan poster lelaki dengan berbagai pose. Tidak ada poster perempuan di kamarku karena aku memang tidak menyukai makhluk bernama perempuan. Bahkan, jika ada perempuan telanjang di depanku, itu tidak akan mampu membuat birahiku bangkit dan bergejolak. Yang ada aku merasa risih dan jijik. Beda perkara jika aku melihat lelaki yang berpenampilan sensual. Debar jantungku berdetak semakin kencang, angan dan khayalku melambung tinggi dengan semua pikiran kotor yang melatarinya.


Aku selalu berbaring di kasur lapuk yang menjadi teman tidurku selama bertahun-tahun lamanya sembari menatap wajah-wajah tampan itu dengan kekaguman di hati. Setelah itu, aku biasanya merancap sembari membayangkan wajah-wajah tampan itu berada di atasku. Tepat di atasku. Sementara di saat yang sama aku membayangkan adegan romantis dan erotik yang pernah kutonton di film. Sementara aku dan pemilik wajah tampan itulah yang menjadi tokoh utamanya.



***


Bertahun-tahun setelahnya, aku mulai menurunkan poster-poster tersebut karena tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Roda zaman terus berkelindan membawa hal-hal baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Jika pada mulanya aku hanya mengagumi lelaki tampan lewat bonus poster majalah infotainment, di era internet aku bisa mendapatkan foto-foto menawan itu di internet.


Belakangan kadang aku berpikir, apakah ibuku tahu bahwa anaknya menyimpang secara seksual jika ia melihat lusinan poster di kamarku? Ibu sepertinya masa bodoh dengan hobiku itu. Dia tidak pernah bertanya dengan pertanyaan detail semacam pertanyaan: untuk apa aku mengoleksi foto-foto itu? Mengapa aku mengoleksi foto pria? Kenapa semua idolaku pria? Kenapa tidak ada wanita?


Ibu tidak bertanya dan berpikir itu hal yang wajar. Begitu juga dengan ayahku. Jika aku menjadi orang tua, mungkin aku akan curiga jika kelak anak lelakiku mengoleksi foto-foto pria tampan dan menempelkannya di dinding kamar. Meski mengoleksi foto idola sesama jenis bukan menjadi indikasi orientasi seksual, tapi bisa saja itu terjadi karena aku memang mengalami hal itu. Meski begitu, agaknya tak layak jika aku menuduh orang secara serampangan bahwa dia gay hanya karena dia menyimpan poster sesama pria. Aku tahu betul, ada teman-teman lelakiku yang gandrung dengan sepak bola, selalu menyimpan poster-poster bintang lapangan di dinding kamar mereka. Mereka punya pacar perempuan dan sesekali bicara jorok tentang hubungan lelaki dan perempuan.

Lihat selengkapnya