Burung Terbang Berpasangan

Husni Magz
Chapter #5

Mereka Bilang Aku Beda

Aku berbeda dengan teman-teman lelaki di sekolahku, terutama teman-teman lelaki di kelasku sendiri yang mayoritas menyukai beragam jenis cabang olahraga.


Aku lelaki dan aku tidak suka semua jenis olahraga, entah itu bola sepak, bola voli atau bola basket sekali pun. Aku tidak tahu apa alasannya aku tidak suka olahraga. Yang jelas aku tidak tertarik dengan semua permainan yang melibatkan ketangkasan fisik itu.


Yang membuatku tertarik hanyalah dunia seni. Guruku pernah bilang bahwa suaraku memiliki karakteristik yang khas. Bahkan guru mata pelajaran seni budaya berani bertaruh jika suaraku adalah suara emas dan layak untuk menjadi seorang penyanyi yang diperhitungkan di masa mendatang. "Kamu, beberapa tahun setelah ini bahkan bisa ikut audisi ajang pencarian bakat tarik suara," ujar Pak Lando dengan optimis. Aku hanya tersenyum. Senyum bangga.


Aku suka paduan suara dan teman-temanku selalu bilang jika suaraku bagus dan memukau. Untuk alasan itulah kemudian aku dipilih sebagai tim paduan suara sekolah yang biasa diberi tugas untuk menyanyikan lagu nasional dalam upacara bendera hari Senin.


Kau pasti maklum jika tim paduan suara seringkali banyak didominasi oleh perempuan, bukan lelaki. Dalam tim paduan suara sekolah kami saja, hanya ada tiga lelaki yang ikut serta, termasuk aku di dalamnya. Meski dikelilingi banyak perempuan, aku tidak merasa risih.


Omong-omong, soal kemerduan suaraku, banyak juga yang bilang jika suaraku mirip suara perempuan. Jika lelaki, pada umumnya memiliki suara berat dan bariton, maka suaraku cempreng. Tidak terlalu cempreng memang, tapi untuk ukuran suara lelaki, itu bisa dikatakan bukan suara yang jika didengar memiliki aura maskulin. Ketika aku keluhkan hal ini kepada pak Lando, beliau justru membesarkan hatiku. "Lelaki memiliki karakter suara yang melengking bukan berarti jelek. Jika jelek, tidak mungkin dong saya memilih kamu masuk tim paduan suara. Suara kamu khas, Sardi. Tidak ada yang salah. Abaikan komentar-komentar miring terhadap dirimu. Mereka hanya iri."


Mereka iri? Justru aku iri pada lelaki bersuara bariton. Aku pada mulanya berbaik sangka bahwa suara perempuanku akan berubah selama masa puber. Tapi...aku sudah melewati masa puber itu dan suaraku tetap melengking seperti suara perempuan.


Suara bariton itu kesannya seksi dan maco. Mungkin ada yang salah di pita suaraku. Tapi ada ustadz yang bilang bahwa tidak ada yang salah dalam semua ciptaan Tuhan. Ah, perkara pita suara saja bikin aku mumet! Tapi ya sudah, sudah takdirku begini, kan?


Selain mengikuti grup paduan suara, aku juga pernah beberapa kali ikut lomba seni karawitan dan pupuh ketika SD. Dan beberapa kali pula aku membawa pulang beberapa piala, membuat guru-guru dan temanku bangga atas pencapaianku. Tapi teman lelakiku sebagai pengecualian. Mereka menganggap remeh pencapaianku dan mereka selalu berpikir bahwa lelaki itu akan terlihat lebih keren jika berprestasi dalam bidang olahraga. Dan lagi-lagi, terkadang mereka mengejekku jika suaraku mirip suara perempuan.


"Jika aku telponan dengan si Sardi dan aku tidak kenal dia, kemungkinan besar aku akan menganggapnya sebagai seorang gadis dan aku jatuh cinta padanya," kelakar Ardan disertai derai tawa teman-teman satu kelas. Sementara aku hanya ngedumel di dalam hati.


Lihat selengkapnya