Tidak ada yang tahu tentang rahasia yang aku sembunyikan selain aku, Tuhan dan tentu saja Bu Yati selaku dokter puskesmas yang menanganiku. Perempuan berusia empat puluh tahun itu tentu saja tahu tentang virus jahanam yang bersarang di tubuhku. Tapi dia belum tahu tentang bagaimana ceritanya sehingga virus itu bisa ada dalam darahku. Dan agaknya dia penasaran sehingga perlu untuk bertanya lebih lanjut. "Kalau boleh tahu, apa yang menyebabkan kamu terpapar virus HIV?" tanya Bu Yati.
Ini pertanyaan yang sulit untuk aku jawab. Meski begitu, aku tahu betul bahwa pertanyaan ini sudah pasti akan terlontar dari mulut dokter yang menanganiku. Kenapa aku malu? Pertama, aku malu untuk mengungkapkannya karena ini perihal aib diriku yang tidak mungkin aku bagi. Kadua, meski dia seorang dokter yang tentunya berhak untuk mengetahui pasiennya, aku tetap merasa khawatir dia menghakimiku--meski pada dasarnya aku memang pantas untuk dihakimi--.
Aku menunduk dalam.
"Tidak apa-apa. Cerita saja. Jangan merasa takut. Privasimu nomor satu bagi kami sebagai petugas kesehatan. Setidaknya, ketika saya mengetahui latar belakang atau sebab dari semua ini, saya bisa memberikan saran terbaik saya buat kamu, Sardi.".
Aku menghela napas panjang. Mau tidak mau aku harus menceritakannya kepada dokter. "Saya sudah melakukan perzinaan," jawabku pelan, sementara kepalaku tetap menunduk dalam.
"Dengan perempuan atau dengan laki-laki."
Aku tidak habis pikir kenapa Bu Yati melontarkan pertanyaan itu. Apakah karena memang dia sering menemukan kasus seperti ini selama dia bekerja di puskesmas? Apakah pasien yang terjangkit Virus HIV ini kebanyakan dari pasangan sesama jenis sehingga dia perlu menanyakan tentang dengan siapa aku melakukan persetubuhan selama ini?
"Dengan laki-laki," jawabku pelan.
"Jadi, kamu punya pacar laki-laki?"
"Bukan pacar sih. Hanya teman saja," jawabku masih dengan menunduk. Teman tapi mesra. Siapa lagi kalau bukan Gani. Lelaki yang selama bertahun-tahun lamanya menjadi partner maksiatku dan membuatku terjerumus ke dalam lembah kenistaan. Aku tidak tahu pasti apakah virus ini aku dapatkan dari Gani atau dari lusinan lelaki lain yang pernah tidur denganku lewat aplikasi kencan. Aku tidak bisa memprediksi dengan tepat saking banyaknya lelaki yang berhasil kuajak tidur dan mau membayarku. Dan barangkali virus itu menyebar dari satu orang ke orang yang lain. Begitu terus menerus, membentuk rantai penularan yang amat mengerikan. Sebagian besar bisa saja tidak menyadari ada virus mematikan yang belum ditemukan obatnya sampai saat ini, kemudian dia dengan seenaknya menularkannya kepada orang lain tanpa dia sadari, lewat persetubuhan. Bahkan bisa saja ada lelaki yang setelah menyetubuhi, dia lalu menyetubuhi istrinya. Kemudian istrinya tertular HIV. Istrinya hamil, dan anak mereka pun ikut tertular juga. Aku pernah mengatakan kepadamu bahwa beberapa partner seks dan pelangganku dulu adalah lelaki biseksual yang secara seksual menyukai laki-laki dan perempuan.
"Hm. Sejak kapan kamu melakukan hubungan seksual dengan sesama lelaki?" Tanya yang terlontar dari mulut Bu Yati, membuyarkan lamunanku.