Burung Terbang Berpasangan

Husni Magz
Chapter #15

Pertemuan dengan Bang Arman

Sebulan sekali aku harus rutin mengambil obat antiretroviral ke puskesmas kecamatan. Jadwal pengambilan obat itu hari senin. Dan di setiap hari senin di pekan pertama tiap bulan itulah aku harus berbohong kepada atasanku. Aku pura-pura sakit dan izin tidak masuk kerja hanya untuk bisa mengambil obat ke puskesmas. Beruntungnya, bosku percaya saja kepadaku dan tidak curiga apa pun meski pada dasarnya aku sendiri merasa was-was karena khawatir bos mengetahui pola kebohongan yang selalu terulang. Aku izin tidak masuk di pekan pertama setiap bulannya. Di hari yang sama pula. Ah, mudah-mudahan saja bosku tidak menyadari hal ini.


Pengambilan obat itu biasanya dilakukan di ruangan terpisah yang letaknya tidak jauh dari gedung puskesmas. Di ruangan terpisah itu, kami tidak perlu mengambil nomor antrian dan bisa langsung masuk ke dalam untuk mengambil obat dari Bu Yati. Kemudian setelah itu bisa langsung pulang jika memang tidak ada konsultasi. Mayoritas ODHIV yang sudah lama mengonsumsi obat antiretroviral sudah tidak perlu untuk konsultasi. Kecuali beberapa ODHIV yang memang masih kaget dan khawatir dengan kondisi yang baru mereka alami.


Sesekali aku bertemu dengan beberapa orang yang sama-sama mengidap HIV dan sama-sama mengambil obat di pekan yang sama denganku. Salah satunya adalah Bang Arman. Perkenalanku dengan Bang Arman adalah ketika aku harus menunggu giliran pengambilan obat di bangku panjang yang diletakan di luar ruangan. Kebetulan pasien yang datang masih bertahan di dalam, entah sedang konsultasi atau apa, yang jelas dia menghabiskan banyak waktu dengan dokter sehingga aku harus sabar menunggu di luar.


Tak berapa lama, muncul seorang lelaki yang kutaksir usianya kira-kira sekitar 35 tahun. Dia datang dengan mengendarai sepeda motor NMAX dan memarkirkannya di tempat parkir. Kemudian dia datang ke ruangan tempat obat dibagikan. Setelah dia sadar bahwa dokter masih berbincang dengan pasien yang lain, dia meminta izin kepadaku untuk ikut duduk.


"Boleh saya duduk di sini?" tanyanya dengan sopan dan senyum dikulum.


"Silakan," jawabku, dengan membalas senyumnya.


Dia pun duduk dan hanya diam tanpa melakukan sesuatu apa pun. Sementara aku tetap tenggelam dengan duniaku, memainkan ponsel yang sedari tadi bertengger di tangan kananku. Menggulir Instagram, tiktok dan mencoba membaca beberapa artikel yang menarik perhatianku.


"Ambil obat juga?" tanya lelaki itu, membuyarkan keasyikanku. Mungkin dia mulai bosan dengan kesunyian.


"Iya," jawabku. "Nunggu yang di dalam selesai. Lama betul dia."


"Mungkin sedang konsultasi. Bisa jadi penderita HIV yang baru periksa." Dia berasumsi.


"Abang ODHIV juga?" tanyaku penasaran.


Dia mengangguk. "Saya sudah konsumsi obat sejak tiga tahun yang lalu."


"Wah, lama juga ya. Saya baru dua bulan yang lalu mulai konsumsi obat ARV," jelasku tanpa diminta. "Dunia saya rasanya runtuh ketika pertama kali mengetahuinya. Tapi hidup harus tetap berlanjut, kan?"

Lihat selengkapnya