Burung Terbang Berpasangan

Husni Magz
Chapter #20

Kisah Rey: Terpagut Bisikan

Di dunia ini, semua kemungkinan bisa terjadi tanpa diduga. Termasuk dalam urusan hati, rasa dan prinsip yang seringkali berubah sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasi. Soal cinta, betapa sering aku menemukan dua sejoli yang pada mulanya bak Srikandi dan Arjuna yang saling mencintai, berubah menjadi musuh bebuyutan yang saling caci dan memeram benci. Soal prinsip, aku juga pernah menyimak kisah orang-orang yang berubah haluan karena terpengaruh oleh bacaan, teman ngobrol atau perenungan selama perjalanan panjang. Ada orang yang pada mulanya terkenal sebagai seorang yang agamis tiba-tiba memiliki pemikiran yang terpengaruh oleh ideologi sekuler atau ideologi kekiri-kirian. Begitu pula sebaliknya. Bahkan ada yang mengubah keyakinan hanya gara-gara diiming-imingi satu dus mie instant dan satu kilo beras! Ini tentu yang disalahkan bukan hanya orangnya yang kurang iman, tapi kemiskinan yang kadung membuatnya putus asa.


Ah, benar apa yang dikatakan kanjeng Nabi, kalau kemiskinan itu dekat dengan kekufuran. Setan, selain menjadikan syahwat dan syubhat sebagai panahnya yang paling ampuh, juga menjadikan kemiskinan menjadi senjata dan umpan untuk mengail hamba-hamba Tuhan yang kehilangan cahaya.


'Ayolah, dimana Tuhanmu yang katanya Maha Pengasih itu? Kau tetap menyembah-Nya dan kau tetap hidup dalam kemelaratan?' barangkali seperti itulah provokasi yang dijalankan oleh sang durjana yang telah dilaknat dengan hina dina.


Dan agaknya, saat itu aku telah jatuh pada perangkap setan itu.


Hari-hariku berjalan seperti biasa. Tidak dak ada yang istimewa. Hanya saja hari itu berbeda dengan hari-hari sebelumnya.


Saldo di rekeningku mulai menipis hingga pada titik nadir. Hanya ada saldo minimal dimana aku tak bisa mengambilnya sama sekali. Rekeningku kering kerontang. Ruhaniku juga sama kerontangnya. Jadwal bayar kontrakan sudah lewat lima hari dan aku masih bingung dari mana uang bisa aku dapatkan. Beruntung, Bu Haji Salma, sang pemilik kontrakan belum menyambangi ambang pintu petak kontrakanku dan menagih uang sewa. Mungkin Bu Haji bisa memaklumiku karena ini adalah kali kesekian aku telat bayar uang sewa kontrakan.


Mau pinjam ke Ronald? Ah, aku sudah terlalu sering merepotkannya. Beberapa kali juga aku pernah meminjam uang padanya dan setiap kali ingin mengembalikan uang itu, dia selalu menolak. Lagi pula, uang yang dia miliki kan uang haram hasil 'menambang' dari dompet Tante Elisa.


Soal Tante girang itu, tiba-tiba saja aku kembali teringat tawaran Ronald beberapa bulan yang lalu. Perut yang lapar, kontrakan yang belum dibayar, dan saldo rekening yang terlantar, membuat aku berpikir ulang tentang prinsip yang kupegang. Mampukah aku bertahan atau bisakah aku mendapatkan kesepakatan seperti Ronald. Ah, tidak apa-apa, kondisi kepepet begini Tuhan pasti maklum. Yang penting setelah mendapatkan pekerjaan tetap, aku bisa lepas dari jeratan lumpur menjijikan ini. Itu bisik hatiku kala itu. Bisik hati yang barangkali sengaja dihembuskan oleh sang durjana laknatullah untuk bisa menggaetku menjadi pasukannya yang paling solid.


Saat itu juga, aku menelpon Ronald dan memintanya untuk berkunjung ke kontrakanku. Aku bilang padanya bahwa ada hal serius yang ingin aku sampaikan kepadanya.


"Wah, sayang sekali, aku sedang di Jogja, Rey," jawab Ronald dari seberang sana.


"Apa yang sedang kamu lakukan di sana, Ronald?" tanyaku penasaran.


"Liburanlah. Sedang menemani Tante Elisa di Parangtritis. Kapan lagi punya kesempatan piknik," jawab Ronald diiringi derai tawa renyah khasnya. "Memangnya apa yang ingin kamu bicarakan, Rey?"


"Hm, nanti saja kalau kamu sudah pulang dari Jogja."


Lihat selengkapnya