Burung Terbang Berpasangan

Husni Magz
Chapter #21

Dalam Jeratan Iblis (1)

Tante Sandra benar-benar wanita yang royal. Dia menggelontorkan uangnya ke dalam rekeningku hanya beberapa hari setelah kami kenalan lewat chat WhatsApp dan Videocall. Dia berjanji akan memenuhi semua kebutuhan hidupku dengan syarat aku mampu membuatnya merasa puas dengan pelayanan yang aku berikan.


Sekarang aku bukan pengangguran. Setidaknya aku tetap bekerja meski aku tahu pekerjaanku amatlah bejat dan tak bermoral. Hanya beberapa hari setelah kami berkenalan, Sandra mengajakku untuk bertemu. Kubilang padanya bahwa aku tidak memiliki ongkos untuk menemuinya di Jakarta. Dan dalam beberapa menit setelah itu dia mengirimkan sejumlah angka ke dalam rekeningku.


Hatiku bersorak ketika deretan angka memenuhi saldo rekeningku. Tanpa berpikir panjang lagi aku pun segera menarik uang ke ATM terdekat dan langsung mendatangi Sandra di kediamannya di Jakarta. Sandra bilang dia akan menjemputku langsung dari stasiun. Dia juga bilang bahwa suaminya sedang tidak ada di rumah untuk mengerjakan proyek film dan syuting di luar pulau Jawa.


Berhari-hari lamanya aku menemani Sandra. Tidak hanya menemaninya saat di ranjang, tapi juga menemaninya ketika shopping, jalan-jalan dan bahkan menemaninya ketika ke salon. Di hari tertentu, Sandra mengajakku untuk kongkow bersama teman-temannya yang berasal dari kalangan sosialita. Aku tentu saja tidak mau karena ini menyangkut privasi.


"Bagaimana jika temanmu ada yang memberitahukan hal ini ke suamimu?" resahku pada Sandra.


Sandra tertawa terbahak-bahak. "Kamu terlalu penakut, Rey. Tidak mungkin ada diantara mereka yang membocorkan rahasiaku kepada suamiku. Karena mereka pun sama seperti diriku. Mereka memiliki lelaki simpanan, jika pun tidak, mereka kerap menyewa lelaki yang bisa menemani mereka tidur satu dua malam," jelas Sandra. Kupikir penyimpangan semacam ini hanya terjadi secara tertutup pada segelintir orang. Tapi ternyata, di kalangan jet set hal ini sudah menjadi budaya dan mereka saling memaklumi satu sama lain.


Ketika kuceritakan keterkejutanku kepada Ronald via telepon, dia ikut tertawa. Tawanya seperti tawa Sandra. Tawa yang jika diterjemahkan adalah mengejek kepolosanku dari dunia ingar bingar dan kegilaan masyarakat kota. "Itu tidak seberapa, Rey," ujar Ronald lewat telpon.


"Tidak seberapa? Memangnya ada yang lebih parah dari itu?" tanyaku penasaran.


"Aku punya teman, namanya Alex, dia juga simpanan. Dia bisa disewa oleh semua kalangan. Laki-laki dan perempuan bisa menyewanya."


"Hah?"


"Iya. Yang penting bagi Alex adalah uang. Dia tidak peduli soal apa pun. Nah, suatu ketika, Alex diundang ke rumah seorang nyonya yang lumayan kaya. Ternyata Nyonya itu tidak sendirian, ada delapan perempuan yang ada di ruangan tersebut. Rata-rata usianya empat puluh tahunan. Ternyata mereka adalah kelompok arisan. Setiap pemenang arisan harus mendapatkan pelayanan dari Alex. Begitu terus menerus di setiap bulan."


Aku mendecak. Semua yang kudengar di sini adalah kegilaan yang tiada terkira.


***

Aku menjalani hari-hari baruku dengan bergelimang kemewahan. Sandra adalah tambang uang yang menjadi sumber kepuasanku. Di pekan kedua setelah resmi menjadi teman kencan Tante Sandra, aku bisa mengirimi Mama uang untuk membantu biaya sekolah adik-adikku yang tidak sedikit.


"Ka-kamu dapat uang dari mana? Apa ini tidak kebanyakan?" tanya Mama via telepon. Dia mungkin terkaget-kaget karena aku tidak pernah mentransfer uang sebanyak itu. "Kamu jangan pikirkan yang dikampung, yang penting kebutuhanmu di kota tercukupi."


"Sudahlah, Ma. Jangan terlalu banyak yang dikhawatirkan. Rey bisa mengirim uang ke Mama, itu artinya kebutuhan Rey di sini sudah tercukupi. Jika Rey masih kurang, tidak mungkin dong Rey ambil resiko. Sudah, Mama fokus saja mengatur uang yang ditransfer sama Rey. Jika nanti ada keperluan lain, jangan sungkan untuk menyampaikannya ke Rey. Insya Allah setiap awal bulan nanti akan Rey transfer uang dengan jumlah yang sama."


Dari seberang sana aku mendengar Isak tangis Mama. Entah. Aku tidak tahu untuk alasan apa Mama menangis. Apakah dia merasa terharu dan bangga karena aku bisa menafkahinya? Dugaanku memang begitu. Dan mataku berkabut ketika mendengar Isak tangis Emak.


"Terimakasih banyak ya, Rey. Mama selalu mendoakanmu dengan doa terbaik yang Mama bisa. Kamu jangan lupa jaga kesehatan, jangan tinggalkan shalat, jangan salah pergaulan juga ya..."


Aku yakin Mama menasihatiku dengan tulus dan aku yakin Mama percaya kepadaku bahwa aku bisa menjaga diriku dengan baik, tapi aku telah merusak kepercayaan Mama. Demi mendengar harapan dan nasihatnya tadi, jiwaku bergetar. Ada yang berontak di dalam nuraniku, dan sekuat tenaga aku mengenyahkannya.


***

"Rey, hari tulang tahunmu kapan?" tanya Sandra kepadaku, pada suatu hari saat dimana kami bercengkrama di atas ranjang. Peluh masih berleleran di dadaku dan rasa lelah masih merayapi seluruh persendianku.


"Empat belas April, jawabku."


Lihat selengkapnya