Gadis itu duduk memeluk lututnya, ia berada dalam ruangan remang-remang dengan suasana yang senyap.
KLIK.
Lampu sorot di tengah ruangan tiba-tiba hidup, menjatuhkan sinarnya tepat di atas kepala gadis itu. Sinarnya membentuk lingkaran yang menempel di atas lantai kayu, seolah-olah sengaja mengelilingi tubuhnya. Ia masih betah duduk di atas lantai yang coklat tua. Wajahnya ia benamkan dalam dua lutut yang ia peluk erat.
Tuk tuk tuk
Terdengar suara langkah sepatu mendekat ke arahnya. Gadis yang rambutnya disangggul itu mendongak. Ia mendapati seorang wanita paruh baya yang rambut hitamnya digelung telah berdiri di depannya. Wanita itu mengenakan kebaya putih yang sangat indah.
Gadis yang memakai kebaya biru itu lantas berdiri. Gaun kebaya yang dikenakannya kini terlihat lebih jelas motifnya. Ada gambar bunga-bunga mawar dan dedaunan yang ditabur di beberapa sisi gaun, ditambah aksen rose flower putih yang melekat di pangkal sanggulnya, membuatnya kian memesona.
"Kamu cantik," ujar wanita paruh baya itu. Ia hanya berjarak lima kilan darinya. Wanita itu tersenyum dengan melempar tatapan yang teduh.
Seketika gadis itu langsung mengarahkan pandangannya pada gaun yang ia kenakan. Ia memeriksa pakaian seperti apa yang telah membalut dirinya sekarang?
Ya ampun, cantik banget! Gue gak boleh cantik kayak gini. Ini berlebihan! batinnya.
"Konsekuensi menjadi lebih kuat adalah harus siap dengan level rintangan yang lebih tinggi."
Aduh ..., Ibuk ini ngomongin apa, sih? Gak ngerti, Buk. Bahasanya ketinggian, ini gue masih remaja unyu, batinnya lagi. Gadis itu merengek dalam hati, ia ingin pulang.
"Siap menjadi kuat?" tanya wanita itu lagi.
Tapi, anehnya gadis itu tak bisa menghentikan kepalanya yang hendak mengangguk. Jadi, ia terpaksa mengangguk seraya tersenyum.
"Hei." Suara berat dari seorang lelaki memecah sunyi, bersumber dari arah belakang gadis itu. Saat menoleh, ia mendapati seorang pria bertubuh tegap yang memakai kemeja batik lengan panjang. Warna bajunya hitam dengan motif batik songket yang terlukis di hampir semua sisi.
Tak lama melihat pria itu, ia langsung berbalik lagi, kembali mengarahkan pandangannya pada wanita paruh baya yang tadi. Tapi, wanita itu sudah hilang. Matanya menyapu ke sana ke mari, kalau saja dia sedang berjalan-jalan ke sisi-sisi ruangan lain karena bosan, tapi percuma, ia tak menemukannya.
"Hei." Ina terlonjak kaget saat mendapati pria itu sudah berdiri di belakangnya dengan jarak yang hanya dua kilan.