Ina meluncur ke kamarnya lagi, kali ini ia menutup pintu dengan mata berbinar usai menerima pujian kalau soto ayam buatannya enak. Mama dan Papa sampai habis dua mangkuk ukuran sedang.
Ina melepas napas lega, akhirnya bisa menyenangkan hati Asih dan Seno setelah berkali-kali ia memasak tapi selalu saja gagal. Kalau tidak gosong pasti salah resep dan kali ini ia berhasil memukau keluarganya.
Ia menghempaskan tubuh di atas kasur spring air yang empuk dengan bantal bulu angsa yang melegakan. Gadis berambut hitam ini mulai senang belajar masak lewat Youtube. Sambil rebahan, ia mencari resep makanan apa lagi yang akan ia coba besok hari. Setelah menonton beberapa video akhirnya ia memilih menu kekesukaannya, Pecel Bayam.
“Ok.” Ina tersenyum seraya menatap langit-langit kamarnya yang dihiasi plafon akustik.
Kali ini, gadis yang tak terlalu suka dengan dinginnya AC itu harus membuang egonya sebentar. Karena siang ini memang panas sekali dan cukup sulit untuk tidak menggunakan AC.
Saat akan menurunkan kaki dari kasur (hendak menutup jendela), ia tertegun, melihat seekor lebah (yang sedang bermain-main di area aster warna-warninya yang lagi ranum).
Perlahan ia mendekat sambil membawa gawai dalam genggamannya. Lebah itu tidak terganggu dengan kedatangan Ina. Apakah ini lebah yang tadi pagi Ina beri nama BusterBee? Entahlah, sepertinya dia memang BusterBee. Karena memang tak ada tanda khusus dari BusterBee, jadi setiap lebah yang datang dan hinggap di aster miliknya akan Ina panggil BusterBee.
“Selamat datang BusterBee. Kali ini lo aman, gak ada lagi orang yang jerit-jerit.”
Ina lekas-lekas mengambil selembar kertas dan pena juga sebuah kaca pembesar di atas meja yang letaknya di meja belajar miliknya (yang agak menyudut dekat ranjang tidur). Lalu membawa peralatan tersebut menuju meja dekat ambang jendela yang dihiasi lima pot porselen putih yang berisi aster-aster warna ungu, putih, oranye, merah, dan pink. Ia akan menulis sesuatu di atas meja itu.
Setelah memindahkan kursi belajar menghadap jendela, ia duduk mengamati BusterBee yang tengah sibuk meminum madu bunga. Ina berselancar di pencarian Mbah google dengan kata kunci: jenis-jenis lebah madu.
Ia menemukan beberapa jenis lebah madu, mulai dari apis dorsata dan apis florea yang biasa hidup di hutan, apis cerana dan apis mallifera yang biasa dibudidayakan.
Ina dengan teliti mengamati bentuk tubuh BusterBee yang ada di depan matanya ini. Dengan kaca pembesar ia bisa melihat struktur tubuh lebah ini dengan lebih jelas. BusterBee memiliki ukuran tubuh yang sedang dan bentuk tubuh yang kokoh juga agak memanjang. Dari gambar-gambar yang ia temukan dari jurnal penelitian, menilik ciri fisiologis yang ia baca, Ina menebak kalau lebah di depannya ini adalah jenis Apis Mallifera.
“Lebah ini memiliki produktivitas madu yang sangat tinggi. Wow. Benarkah?”
Ina mengamati pohon mangga di luar jendela, ia agak sedikit memanjangkan leher agar Indra penglihatannya tak terhalang oleh bunga aster di depannya. Cukup jauh dari pandangan, jadi percuma. Ia tak bisa memastikan perkembangan sarang sampai siang ini.
“Lebah ini terkenal sangat rajin membersihkan sarangnya sehingga tetap bersih dan jauh dari sumber penyakit. Ia juga tahan terhadap bakteri.”
Ina tersenyum melihat BusterBee yang kini berpindah pada kumpulan benang sari aster merah.
“Lebah Mallifera terkenal sangat sabar, tidak agresif dan sangat mudah diternakkan.” Ina menarik sudut bibirnya ke atas. Ia kembali mencari artikel yang membahas tentang lebah.
“Lebah memiliki sifat istimewa antara lain; hanya hinggap di tempat yang bersih dan menyerap yang bersih, hinggap tapi tidak merusak justru menguntungkan bunga, disiplin, pekerja keras, kolektif, bertanggung jawab, tidak egois, tidak mengganggu kecuali diganggu, menyukai ketenangan dan kedamaian.”
Seluruh informasi lebah sudah Ina torehkan di atas selembar kertas yang kelak akan menjadi saksi persahabatan mereka, dimulai hari ini.
“Busterbee, datanglah jika dirasa perlu. Akan kubuka jendela setiap hari, biar kamu bebas menghisap sari bunga spesial di kamarku ini. Hahahaha.”
Drrrttt drrrttt ddrrrttt
Handphone Ina bergetar, siapa lagi kalau bukan Amy. Ia menelepon lagi. Dengan kelopak mata yang terkulai, Ina menarik tombol hijau ke atas layar. Ina hanya menaruhnya di atas meja dan bersiap-siap memasrahkan telinganya untuk menjadi tempat sampah siang menjelang sore ini. Ia bertopang dagu sambil mengarahkan netranya pada BusterBee, setidaknya ia punya kesenangan selagi Amy mencurahkan segala isi hatinya.
“Halo, Ina ...,” sapa Amy, suaranya memang selalu begitu. Lengking bin nyaring.
Sudah Ina duga, tanpa ba-bi-bu BusterBee langsung melarikan diri. Entah apa yang menyebabkan itu, kemungkinan terbesar adalah frekuensi gelombang suara Amy yang terlalu tinggi, mengusik kedamaian BusterBee hingga ia memutuskan untuk pergi. Seharunya Ina juga melakukan itu, berhubung ini adalah kakaknya yang harus ia hormati jadi ia serahkan semuanya pada Ilahi.
“Tarantula lo udah gue kasih makan.” Ina bicara seolah-olah sudah tahu percakapan apa yang akan terjadi kalau Amy menelepon saat pergantian antara siang dan sore. Mata Ina masih mengekori kepergian BusterBee menuju pohon mangga.
“Oh ya? Ah, Syukurlah. Eh ... landak gueh?”
“Udah. Apa lagi, hah? Sebutin lagi sampe lo puas!” Ina masih setia melihati pemandangan indah di luar jendela.
“Hmmm, apa lagi, yaaa?” Amy berpikir.
“Kakak tua? Udah. Kura-kura? Udah. Ikan koi? Udah. Love bird? Udah. Kambing Etawa? Udah.”
“Burung kolibri sama mas koki gueh?”
“U-dah. Bawel amat!”
“Yeay. Makasih ya.”
“Iya.” Tatapan Ina masih menerawang ke luar jendela.
“Lagi ngapain, sih?”
“Baru selesai buat catetan.”
“Waaaw, dari dulu emang ... lo tu gak berubah ya, tetep rajin dan gue suka. Karena cuma lo yang hapal nama-nama peliharaan gue. Pertahankan!”
“Plis, untuk kali ini lo berenti dulu jejeritan! Gue mau nenangin pikiran gue sambil rebahan.”
Ina mengambil gawainya dan beranjak dari kursi, ia kembali rebahan di atas kasur. Ia terkejut saat melihat layar handphone yang memperlihatkan kalau Amy sedang tak sendiri.
“Astaghfirullah ....” Ina terlonjak kaget, cepat-cepat ia terduduk di atas kasur. Secepat kilat, Ina langsung merapikan rambutnya yang sangat berantakan.
“Lo kenapa?”
“Aaa ... Kok kak Amy gak bilang kalo ada temen?” Ina membenahi posisinya agar terlihat lebih normal setelah mendapati seorang cowok bule dan seorang cewe bule yang berdiri di belakang Amy.
“Halo, Ina ...,” sapa si cowo bule.