Ayam-ayam peliharaan Amy makin asyik bersahut-sahutan kala embun pagi mulai terkondensasi menjadi air sebab terkena pancaran hangatnya mentari yang mulai menyapa. Ayam-ayam jantan mengais-ngais tanah untuk memberikan hadiah cacing pada si betina yang sedang subur. Beberapa ayam mengejar laron-laron yang mulai gontai mengepakkan sayap. Ia mulai lemah.
Seekor laron terlihat masih berusaha untuk terbang tinggi. Tapi, nahas, sesampainya ia di sebuah daun jendela yang masih mengatup, belum sampai tiga detik ia hinggap, seekor cicak menjulurkan lidahnya. Hap. hidupnya berakhir di lidah seekor cicak bercorak bintik-bintik coklat kehitaman.
Usai sukses menelan laron bulat-bulat, cicak itu terperanjat lantaran jendela itu tiba-tiba terbuka. Sang cicak menepi ke pangkal jendela dan mendapati seorang wanita berseragam putih abu-abu yang menghirup udara pagi dengan ulasan senyum di wajahnya.
Gadis itu memegang sebuah watering pot lalu menyirami aster-aster yang tumbuh cantik dalam pot-pot perselen miliknya. Terlihat ada beberapa pot baru yang belum ditumbuhi tanaman. Dalam pot itu, baru saja ia semai biji-biji aster.
“BusterBee .... Kemarilah! Lihat bunga-bunga ini! Ada yang baru gue tanam khusus buat lo. Ahaha ....”
Ina melambaikan tangan ke arah lebah-lebah yang tengah sibuk memanen madu dari bunga-bunga mangga yang beberapa kelopaknya mulai berguguran. Ia tersenyum sampai gigi-giginya yang putih dan rapi itu terlihat.
Usai menyiram tanaman, ia kembali berdiri di depan cermin. Memastikan pakaiannya sudah rapi, meski baju yang ia kenakan terlihat kebesaran, tapi ia tetap tersenyum. Rambut kepang duanya juga sudah cantik, meski terlihat kusam. Satu lagi yang tak boleh ketinggalan, kacamata bulat bening. Walaupun matanya tidak minus tapi ia harus memakainya hari ini, kacamata fashion, baru dibelikan oleh Mama Asih sebulan yang lalu.
Sekali lagi ia memutar badan di depan cermin sambil terus tersenyum. Setelah memastikan penampilannya ok, barulah ia mengambil tas di atas meja belajar. Langkahnya terhenti saat tak sengaja melirik BusterBee yang sudah datang kembali hinggap di bunga aster miliknya. Ia mengeluarkan gawai dan membuat video sebentar.
“BusterBee. Kau dan teman-temanmu selalu sibuk, ya. Apa kau pernah berduka? Menangis sepertiku? Ah, sepertinya kau terlalu sibuk bekerja. Aku harus sepertimu, sibuk bekerja agar mulai lupa caranya untuk berduka. Terimakasih BusterBee, aku dapat satu pelajaran lagi darimu. Haha.”
Ina menyimpan video yang baru ia buat dan mematikan gawainya, cepat-cepat keluar kamar lalu menuruni tangga.
“Masuk jam berapa, Nak?” Asih menaruh segelas teh hangat di atas meja.
“Jam tujuh, Ma,” jawab Ina. Ia menghampiri meja makan.
“Eh, kamu pakai kacamata? Buat apa?”
“Gapapa.”
“Kulit wajah kamu kusam, pakai bedak gak?”
“Gak, Ma.”
“Oh, ya udah. Cepetan makan! Setengah jam lagi kamu masuk.”
“Ah, santai aja, Ma. Sekolahnya deket, kok.”
Selesai sarapan, Ina langsung membuka pintu depan rumahnya yang teramat tinggi dan lebar. Tiba-tiba telapak tangan Ina mulai dingin, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dadanya berdebar-debar, wajahnya terlihat pucat. Ia menghela napas berat seraya melirik Asih di sebelahnya.