Alunan musik klasik sudah dimainkan. Beberapa lelaki memainkan biola dan yang lain lagi memainkan piano. Bunyinya berpadu merdu menemani acara malam ini yang bertemakan batik.
Ina dan Amy mengenakan gaun batik bunga-bunga merah juga garis-garis lengkung kuning, ditambah dengan motif-motif khas keemasan yang berpadu sempurna dengan kemewahan acara kali ini. Tapi sayang, dandanan Ina terkesan biasa saja. Hanya rambutnya yang sedikit berubah menjadi kepang satu, juga ditambah sepasang anting yang menyelamatkan penampilannya malam ini, itu pun karena ia dipaksa Amy untuk memakainya. Paling tidak sedikit lebih baik dari gaya rambutnya saat di sekolah.
Saat para tamu mulai berdatangan, pramusaji dengan sambutan ramah menyodorkan menu spesial yang disiapkan dalam acara malam ini. Mereka bebas memilih menu makanan restoran bintang lima yang bertemakan Indonesian food.
Priska dan Dika sibuk berkejar-kejaran sehingga membuat beberapa nyonya-nyonya kasta atas terlihat risih. Sedang Amy tak mau lagi berurusan dengan anak kecil itu, ia lebih memilih untuk menemani Ina yang sedang terpukau dengan pertunjukan demo masak oleh beberapa chef yang mengenakan baju seragam putih dengan kombinasi batik yang terlukis indah di beberapa bagiannya.
Aroma bumbu khas masakan Indonesia menyeruduk hidung siapa pun yang sedang lewat dekat kichen set. Beberapa piring sudah terisi dengan pecel, gulai kikil khas Padang, sate, soto, gado-gado, serta say your awesome alias sayur asem. Semuanya versi mini dengan plating yang sungguh menakjubkan. Penyajian makanan di atas piring sangat memperhatikan posisi dan komposisi makanan agar menunjukkan nilai seni dan kualitas yang tinggi.
Seorang laki-laki berjambang tipis yang mengenakan chef jaket putih sedang sibuk memotong sayuran. Saat Ina melihatnya dari dekat, Chef Reynold memang punya aura yang memesona, wajar kalau banyak wanita yang klepek-klepek sama dia.
“Chef Reynold, gimana caranya iris timun setipis itu?” tanya Ina. Ia tak memerhatikan chef lain selain Chef Reynold.
“Yang jelas pisaunya harus tajem, terus harus punya skill memotong yang baik,” jawab Chef Reynold dengan senyuman manis yang menghiasi wajahnya.
“Terus, gimana cara plating yang keren kayak gini?” Ina menunjuk sebuah piring putih berisi pecel yang sudah naik kelas menjadi masakan bintang lima, lantaran posisi dan komposisinya ditata sedemikian rupa sehingga menghasilkan makanan yang indah dan mengundang selera.
“Caranya? Harus punya jiwa seni,” jawab Reynold santai sembari menaruh bumbu kacang di atas piring.
“Kalo gak punya?”
“Belajar, dong.”
“Ajarin!” seru Amy yang tiba-tiba muncul, Amy yang semula asyik melihat api menari-nari di atas sebuah frying pan tiba-tiba tertarik dengan perckapan Reynold dan Ina. Ina yang seharusnya menjawab pertanyaan Reynold kini melempar tatapan jijik kepada Amy.
Bincang-bincang Ina bersama Chef Reynold terus berlanjut sampai Ina benar-benar puas dan tak ada pertanyaan lagi yang bercokol dalam kepalanya. Sampai semua pertanyaan selesai dijawab, sampai Chef Reynold tertawa mendengar pertanyaan-pertanyaan aneh dari mulut Amy, sampai Amy yang tak suka memasak tiba-tiba menjadi antusias membahas tentang cara memasak hidangan sate yang benar, sampai suasana bertambah ramai, Ina dan Amy pun dipanggil Seno untuk menemui tamu spesial malam ini.
“Ini temen Papa, rekan kerja baru yang Papa ceritain kemarin.”
Ina dan Amy lantas menyalami seorang lelaki paruh baya yang beberapa bagian rambutnya sudah memutih.
“Halo ... wah cantik-cantik, ya,” puji lelaki itu. Amy tersipu malu.
Rekan kerja baru? Seingat Ina yang diceritakan Papa mengenai rekan kerja baru adalah seorang teman lamanya yang sangat angkuh dan tak punya malu. Seno memberitahu kalau nama lelaki itu adalah Guntur.
“Dan ... Ini, anak saya.” Pak Guntur menunjuk seorang lelaki muda yang berdiri di sampingnya. Lelaki itu tubuhnya tinggi dengan postur yang ideal. Kemeja Batik Brown Songket yang dikenakannya melebur apik dengan kulit putihnya, didukung dengan rambut bergaya pompadour plus kumis tipis yang menghiasi wajah membuat penampilannya terlihat sempurna.
“Ina.”
“Piyan,” balas cowok itu sambil bersalaman. Ia tak membalasi senyum yang diberikan Ina.