Musik akustik mengalun indah di telinga, membawa pada suasana yang begitu menyenangkan. Melodi yang lembut membelai kalbu siapa pun yang datang menghadiri acara makan malam di pinggiran kolam renang. Semua orang akan tenggelam dalam atmosfer ketenangan yang dihadirkan di halaman belakang rumah Seno ini.
“Have a seat!” Seno mempersilahkan tamunya untuk duduk di kursi yang mengitari meja kayu jati persegi panjang.
Malam ini Seno akan menjamu rekan kerjanya dari Amerika yang kebetulan sedang liburan di Indonesia. Dua pasangan suami istri (yang katanya akan menginap di rumah Seno untuk satu malam). Mereka baru saja datang sore tadi. Dan akan melanjutkan liburan di Bali hari Minggu besok.
“This is our chance ....” Asih bersemangat menceritakan segala hal tentang rencananya bersama wanita-wanita yang rambutnya pirang dan kemerahan.
Selain bule-bule itu, ada juga beberapa laki-laki seumuran Seno yang juga berkunjung ke rumah.
“Butuh beberapa tahun untuk membangun pabrik hilirisasi yang benar-benar siap untuk dipakai. Tapi, dananya kurang ...,” ujar salah seorang pria bertubuh jangkung.
Mereka datang jauh-jauh dari Kalimantan untuk membahas sebuah kerja sama dengan Seno. Mereka duduk mengitari meja persegi panjang bersama Seno, sedangkan Asih dan beberapa teman wanita duduk di meja yang terpisah.
Beberapa dari mereka memandangi lampu-lampu cantik yang menggantung di langit-langit kolam. Merasa takjub melihat area pinggiran kolam renang ini yang bernuansa elegan, tampak hidup dan memberikan kesan rileks yang baik untuk menutup aktivitas harian.
Gemercik air yang berjatuhan dari air terjun kolam koi mini ikut mendukung suasana yang tenang, kian nyaman untuk berbincang-bincang. Lampu-lampu taman juga dihidupkan, diletakkan di dekat tanaman hias yang tumbuh di pinggiran kolam renang. Ada bambu kuning, pohon bonsai, bunga bugenvil beraneka warna, Lantana yang sedang mekar, dan bunga sedap malam yang memberikan aroma menenangkan di malam hari.
Tak ketinggalan juga, di sudut-sudut taman dihiasi oleh monstera, tumbuhan yang bentuk daunnya lebar, hijau dan besar serta mempunyai lubang-lubang di beberapa sisinya.
Di meja outdoor persegi panjang yang lain, ada seorang lelaki muda dan seorang wanita berambut pirang dan berhidung mancung. Mereka sedang membuat vlog setelah sebelumnya memesan hidangan khas Indonesia pada Chef Reynold.
Asih berpesan pada Ina dan Amy untuk menemani mereka makan di meja itu. Lelaki berambut pirang itu adalah anak dari temannya yang datang dari Amerika. Lelaki itu membawa serta kekasihnya dalam liburan kali ini. Amy dan Ina meng-iyakan permintaan Asih. Tentunya sehabis Ina dan Amy selesai membantu Chef Reynold memasak.
“Main course-nya apa, nih, Chef?” tanya Ina pada Chef Reynold tentang hidangan utama malam ini. Ina yang baru datang ke halaman belakang membawa baskom berisi berbagai macam jenis sayuran untuk menu salad khas Indonesia, Gado-gado. Ia menaruh di meja kayu dekat kitchen set outdoor ditaruh.
“Ayam bakar Taliwang. Mau coba bakar?” Ina mengangguk dan mengambil alih panggangan. Reynold kini sibuk mewadahi sayur di piring-piring kecil.
“Bumbunya apa aja, Chef?”
“Bumbu halusnya; bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe rawit, kencur, kemiri, terasi khas Lombok ....” Chef Reynold menjelaskan panjang lebar bagaimana bumbu disiapkan. Ina menyesal lantaran terlambat menyaksikan proses pembuatan bumbu. Sebelumnya, Ina ada kesibukan lain bersama Amy yang tak bisa diganggu gugat.
“Eeeh, jangan lari-lari!” Kedatangan Amy dikejutkan oleh Priska dan Dika yang berlari-lari. “Iiihhh,” geram Amy pada bocah-bocah itu.
Amy meletakkan baskom stainless berisi potongan tenderloin sapi yang sudah bersih di atas meja tempat bahan masakan disiapkan. Tema dinner kali ini adalah outdoor. Tempat masaknya pun di outdoor, di halaman belakang rumah Seno yang dilengkapi pemandangan kolam renang dan kolam ikan mini. Bukan acara makan yang besar, hanya acara santai.
PLAK
“Awww,” pekik Amy. Dika menepak tangan Amy yang sebelumnya berusaha menjewernya karena nakal.
“Dikaaa ...,” pekik Amy. Lengkingan suaranya berhasil menyita perhatian Seno dan rekan-rekannya. Semua orang yang sedang berkumpul di sana melirik Amy. Lalu ... setelah menyadari ada sebuah keanehan yang melanda, Amy pun pura-pura batuk.
“UHUK UHUK .... Tenggorokan gatel,” kilahnya, lalu meminum air mineral.
“Dika!” sergah Aunty Nunung yang kepalanya muncul dari pintu.
“Aunty ..., tolong dong ajarin Dika sopan santun!” pinta Amy.
Dika yang berada tak jauh dari Amy menatap sang ibu dengan tatapan melas, seolah ingin dibela.
“Jangan main lagi sama dia!” Aunty menunjuk Amy. “Dia berbahaya, Dika!”
Ina dan Chef Reynold melongo.
“Aunty kan masakannya paling enak,” puji Amy yang tahu kalau orang di depannya ini paling tidak suka kalau masakannya dikritik. Aunty tak suka dengan Amy karena ia selalu memberikan komentar pedas setiap kali mengunyah sayur buatan Aunty.
“Aaahhh ... alasan!” Aunty langsung masuk ke dalam lagi.
“Astaga.” Amy menepuk jidat. “Nggak anak, nggak emak sama ajah. Aduuuh, haus gueh.” Amy minum lagi.
Setelah membalas dendamnya pada Amy, Dika kembali bermain.
Bocah-bocah itu sangat senang main-main di kolam renang kalau lampu-lampu di area ini dihidupkan. Itulah yang menjadi alasan Ina selalu mematikan lampu di sini setiap malam biar mereka tidak main-main di area ini. Kan, bahaya kalau nanti anak-anak itu tercebur lalu mati.
Tapi, berhubung Seno sedang mengadakan acara makan di sini. Semua lampu di hidupkan.
Kali ini, Dika tak hanya bermain bersama Priska. Dia juga ditemani oleh seorang bocah laki-laki bermata biru, ia seumuran dengan Priska, namanya Flynn, anak itu rambutnya kemerahan. Sejak tadi ia banyak bicara sambil bermain, tapi Dika dan Priska tak mengerti apa yang dia katakan.