“Tambah rame, ya.” Key La dan dua kurcaci itu berjalan santai menuju meja yang dutaruh kue-kue. “Nih, pentolnya udah dateng. Ada pentol terbaru.Pentol salmon sama pentol Wagyu.”
Key La duduk di sofa di pinggir ruangan bersama dua teman kecilnya. Semua mata tertuju padanya. Orang-orang yang berbaju hitam itu menganggap Key La dan dua kurcaci yang baru datang itu bukanlah ancaman yang berarti.
“Kalian kenapa, sih?” Key La memakan satu pentol dan mengajak yang lainnya untuk ikut bersukacita dalam euforia siang ini.
Pak Sam tiba-tiba berdiri, entah bagaimana tali yang mengikat tangannya sudah terlepas. Pak Sam langsung menghajar wajah Guntur dan menendang perut Robert sampai membuatnya merintih.
DOR
Satu tembakan berhasil membuat Pak Guntur terkulai lemas di lantai. Santi dan Amy memekik mendapati darah yang berceceran di lantai. Tembakan itu tepat mengenai perutnya.
BRUK. Tubuh Pak Sam Ambruk bersamaan dengan tubuh Aydin yang juga jatuh membentur lantai. Tubuh Aydin gemetar, keringat Aydin membanjiri pelipisnya.
Key La dan dua teman kecilnya mulai mengerti kalau ada yang sedang tidak beres di sini. Salah satu orang berbaju hitam mengambil gawai Key La dan menyuruhnya untuk ikut berlutut. Sedangkan Aydin, ia biarkan tergeletak di lantai.
“Semuanya angkat tangan!” jerit salah seorang pria.
“Kami tak akan segan menghabisi semua yang ada sini kalau kalian tak mau menuruti perintah kami. Cepat tandatangani semuanya atau semua orang di sana akan kami sekap di kamar mandi!” sentak Robert. Lelaki jangkung itu melirik Ina dan anggota BusterBee yang lain serta beberapa pembantu yang bekerja di sini.
"Miawww ...." Ica, kucing Amy yang badannya bulat tiba-tiba hadir, berjalan mendekati Amy.
DOR
"Awww ...." Amy memkik dengan wajah yang frustrasi. Satu tembakan peluru berhasil menewaskan Ica. Air mata membasahi pipi Amy, dagunya berkerut menahan kesedihan.
Tanpa pikir panjang lagi, Amy langsung mengambil kertas yang menjadi tugasnya. Ia menandatangani sebuah surat yang berisi tentang pembatalan taruhan timnya dengan Piyan bulan lalu. Piyan menyeringai tajam melihat wajah rivalnya yang pucat pasi.
“Okeh, satu surat selesai,” jerit Robert. Ia juga menyuruh anak buahnya untuk mengarahkan Amy bergabung kembali dengan yang lain di ruang keluarga.
Kini tinggal Seno dan Asih yang masih kukuh untuk tidak menandatangani surat itu. Mereka pikir, semua yang telah mereka usahakan semua ini akan menjadi sia-sia hanya karena sebuah tandatangan mereka bubuhkan di kertas itu.