Blurb
Savira hanyalah gadis berusia belasan tahun yang memiliki sifat sama seperti remaja pada umumunya. Sayangnya ada beberapa kebiasaannya yang dianggap banyak orang aneh dan tidak normal. Di tempat sepi dan tidak ada orang lain, Savira akan berimajinasi membayangkan banyak hal dan melanturkan kalimat-kalimat layaknya dia sedang berbicara pada seseorang. Kalau ditanya soal kelebihannya, Savira memiliki paras yang overdosis cantik dan otak yang luar biasa encer dalam hal pelajaran, meskipun pengecualian dalam bidang olahraga. Dari kebiasaan dan kelebihan anehnya, Savira cenderung menjadi anak yang pendiam dan menutup diri. Sewaktu dia memasuki masa putih abu-abu, mungkin yang mau berteman dengannya dan benar-benar menemaninya hanyalah Devan—-seorang cowok berandalan yang selalu melanggar aturan dan berlanggan masuk BP. Perpaduan yang aneh dan Savira awalnya tidak peduli hingga Devan membuat dirinya menjadi lebih hidup dan bersemangat menjalani hari. Hingga diwaktu yang tidak terduga suatu hal besar terjadi. Sebuah insiden membuat kedua saling berjauhan, atau lebih tepatnya Savira yang berubah. Devan sirna dari ingatannya seperti kertas yang terbakar habis dan terbang kesegala arah. Savira bukan lagi gadis aneh yang Devan dan banyak orang bicarakan. Savira menjadi lebih banyak melamun daripada melakukan kebiasaan anehnya. Terkadang sikapnya tidak bisa ditebak, Savira bisa jadi anak sma yang manja, tengil, pendiam atau malah menjadi polos kelewatan. Ini lebih mengerikan daripada savira yang dulu, dan Alvin benar-benar tidak tinggal diam. Berbagai cara dia lakukan hingga berhasil membawanya pergi jauh dari ibukota, setidaknya jarak memberi kesempatan untuk Savira lebih tenang. Tentunya itu tidak mudah dan membutuhkan proses panjang untuk bisa beradaptasi lagi dan lagi dengan lingkungan. Sampai sebuah kejadian mempertemukannya dengan sosok Devan yang lain, Raga. Entah apa yang direncanakan tuhan untuk dirinya, Raga hadir dengan berbagai hal misterius yang membuat Savira malah penasaran. Wajahnya yang begitu mirip dengan Devan menjadikan Raga memiliki nilai lebih dimata Savira. Puing-puing itu kembali berkumpul dalam bentuk yang abstrak. Meskipun Savira harus sadar Raga dan Devan tetaplah dua makhluk yang berbeda. Lain ceritanya tentang pertemuannya dengan Eva, gadis yang menurutnya unik yang membuat banyak orang mengumpatinya. Mungkin tidak untuk Savira sendiri. Baginya, Eva adalah cerminan dirinya sendiri, selalu menjadi bahan perbincangan dan tertawaan anak-anak. Dan untuk itu, Savira ingin Eva dan Raga tetap menjadi bagian dari putih abu-abunya. Kenangan dan harapan. Kesedihan dan kebahagiaan. Kesepian dan keramaian. Cerita dan segala konfliknya.