Irisan Kedelapan
langit merah
═════════════════
"OK."
Dua huruf dan cukup untuk buat lega isi kepala dan hatinya yang pengap sejak semalam. Sudah beratus-ratus kali dilakukan pun, presentasi hasil kerja bulanan masih belum bisa menjadi sebuah kebiasaan baginya. Selalu saja buat pening tiap mendekati tanggal tiga puluh.
Ya sudahlah, yang penting sekarang sudah selesai.
Detik menyentuh tombol merah di layar, dan hilang sudah hologram yang membatasi wajahnya dengan wajah pelit ekspresi milik Mr. Bridenstine. Bukannya cepat-cepat mempersilakan Detik keluar dari ruangannya, lelaki separuh abad itu lama membisu di balik mejanya, malah menghujani Detik dengan tatapan yang terlalu malas untuk Detik pedulikan lagi maksudnya. Ayolah, hari ini ia sudah capek setengah mati untuk menebak-nebak hendak berucap apa atasannya ini.
"Sedang sekarat pun kerjamu sebagus ini, ya?"
Oh. Zaman sialan. Detik langsung ingat apa yang dikatakan Zaman dua minggu lalu setelah upacara pelantikan.
Sengaja Detik amati dulu raut Mr. Bridenstine, hendak mencari maksud dari sarkasme yang baru ia ucap, supaya Detik bisa beri respon yang tepat.
"Saya hanya bekerja sebagaimana mestinya. Saya sudah disumpah untuk mengerahkan segala kemampuan terbaik saya sejak hari pertama menginjakkan kaki di sini. Anda sendiri saksinya—sepuluh tahun lalu di Balairung Agung. Waktu itu saya masih kecil, belum genap sepuluh tahun, masih terlalu polos untuk melakukan sumpah palsu."
Mr. Bridenstine dibuat terkekeh seirit mungkin. Punggungnya tak lagi bersandar, ia memajukan tubuhnya, kemudian menumpukan kedua sikunya di atas meja. Baginya, konversasi dengan Detik selalu menarik.
"Bagus.
Artinya, kamu paham betul 'kan kalau pengabdianmu itu baru benar-benar selesai saat misi ini selesai? Jadi kudoakan, semoga umurmu panjang. Supaya kamu masih sempat bersewaka, menyelesaikan tugas, dan merasakan kebebasan di luar sana."
Tak bisa ditampik, Detik juga mampu rasakan sedikit ketulusan dalam ucapan sang atasan yang ia hormati itu. Barangkali kalimat itu ia tujukan juga pada dirinya sendiri. Yang bisa Detik lihat dari Mr. Bridenstine sekarang, ia tak lebih dari lelaki berusia separuh abad yang putus asa dan sekarat, tercekik kalimat sumpah yang sama dengan yang diucap Detik saat pertama kali mengabdi. Tidak jauh berbeda dengan Detik.
Jadi, kalau Zaman bilang Detik sedang sekarat pun tidak sepenuhnya salah.
"Mari kita lihat hasil pekerjaanmu setelah kita lakukan simulasi. Bulan depan."
Mr. Bridenstine ucap kalimat penutupnya, dibubuhi seulas senyum, samar sekali. Bisa jadi Detik tidak menyadari senyumnya barusan. Sang puan hanya membungkuk singkat memberi hormat, sebelum melangkah keluar dari ruangan dengan kepalanya yang penuh.
Ucapan Mr. Bridenstine cukup mengusiknya. Ini adalah misi seumur hidup, baru bisa berakhir saat separuh penduduk bumi berhasil diberangkatkan ke Eden. Usia misi yang sedang diembannya ini sudah hampir dua abad, sudah generasi ke tiga atau empat barangkali. Membayangkan kalau-kalau misi ini membutuhkan satu abad lagi untuk diselesaikan cukup membuatnya meremang.
Bisa-bisa, Detik betulan mati tercekik di dalam gedung asosiasi macam pendahulu-pendahulunya.