Irisan Keduapuluhtiga
ketidakhadiran
═════════════════
"Terima kasih."
Detik ucap sambil memijat bahunya sendiri, namun matanya jelas tertuju pada siapa.
Zaman yang sibuk dengan layar pengendali hanya balas senyum singkat tanpa melepas tatapannya. Meski begitu, senyum singkatnya berhasil sampai pada Detik. Ia bisa lihat senyum Zaman di balik robot-robot penanam tumbuhan setinggi dua kaki yang mengelilinginya.
"Kalau kamu kerjakan sendiri, kayaknya kamu betulan meninggal, Tik. Sampel kamu itu beratus-ratus, Mr. Bridenstine juga enggak minta kamu selesaikan cepat-cepat."
"Aku enggak betah lama-lama di greenhouse. Tepatnya sih, jauh-jauh dari ruanganku. Baru satu hari mulai simulasi pun aku jenuh, Zam."
Detik menghampiri Zaman setelah puas memijat bahunya. Seperti yang Mr. Bridenstine janjikan dua minggu lalu, hari ini Detik mulai menyimulasikan sampel-sampel benih hasil rekayasa yang akan dibawa ke Eden nantinya. Dengan menyesuaikan kondisi tanah di Eden, dipadukan dengan teknologi agrikultur yang ada, Detik menciptakan ratusan benih rekayasa, benih tumbuhan yang bisa tumbuh di tanah Eden.
Untuk bertahan hidup di Eden, manusia butuh makanan. Tidak mungkin 'kan membawa berjuta-juta ton bahan pangan ke sana? Makan tempat, lebih baik dipakai untuk menampung manusia.
Yang dibutuhkan tak hanya sebatas tumbuhan pangan. Bermodalkan fakta bahwa telah ditemukan protozoa hidup di sana, bukan berarti lapisan atmosfer Eden punya cukup kandungan oksigen. Beruntung Sistem Eden punya bintang seraksasa matahari, setidaknya prinsip fotosintesis cukup layak untuk dicoba.
Menumbuhkan jutaan pohon dengan pesat, dibantu teknologi agrikultur paling canggih, dan benih yang direkayasa sedemikian rupa agar mampu bertahan di ekstremnya tanah Eden, terdengar lebih baik daripada membangun ratusan ribu pabrik penghasil oksigen.