but, i will miss you

Da.me
Chapter #24

Irisan Keduapuluhempat | pengakuan

Irisan Keduapuluhempat

        

pengakuan

═════════════════

    Detik memejamkan matanya agak lama.

    Bukannya berniat tidur, ia sedang memberi waktu untuk menata istana pikirannya. Sudah saatnya benang-benang yang berkelindan tertaut tanpa pola itu diurai sedikit-sedikit, dan agaknya saat ini adalah waktu yang sempurna. Mr. Bridenstine sendiri yang meminta dirinya untuk istirahat setelah merampungkan proyek raksasa begitu dalam dua minggu.

    Jadi, Detik pikir, tidak ada salahnya untuk tidak membangkang perintah atasannya sesekali.

    Tiba-tiba tangannya terulur, meraih telepath di saku celananya, yang empat belas hari ke belakang rutin ia pastikan tiap harinya selalu ada di jas laboratoriumnya. Barangkali akan bergetar, dan Detik tidak ingin melewatkannya. Meskipun sampai hari ini belum juga menunjukkan ada panggilan masuk di sana.

    Bukannya ia tidak ingin menghubungi telepath milik Sani, untuk sekadar menanyakan kabarnya, atau lebih spesifik mengapa tak berkabar akhir-akhir ini?—Detik setengah mati ingin menghubunginya. Berkali-kali ingin, juga berkali-kali urung. Detik sampai dibuat mengingat-ingat pernah salah ucap apa, atau salah berbuat apa sampai si lelaki enggan menghubunginya begitu—seperti janjinya.

    Sani sendiri yang sebut spesifik, pukul sebelas lewat sebelas. Detik dibuat berpikir kalau Sani hanya punya waktu luang di jam segitu, dan tentu, Detik tidak ingin mengganggunya di luar pukul sebelas lewat sebelas.

    Sekarang pukul sebelas lewat sepuluh, dan Detik bersumpah akan melempar telepath itu ke luar jendela kalau si kecil itu tidak bergetar dalam satu menit. Selain presiden asosiasi dengan janji kebebasannya selepas misi Eden selesai, satu-satunya manusia lain yang berhasil membuat Detik putus asa menunggu adalah Sani dengan janji-janjinya.

    Seakan tahu seputus asa apa pemiliknya, akhirnya telepath di tangan Detik bergetar. Sejenak Detik kira hanya halusinasi karena saking putus asanya sudah tingkat langit. Untungnya ia buru-buru dibuat sadar, dan segara mengarahkan pandangnya pada titik buta kamera pengawas di kamarnya.

    Detik menegakkan tubuhnya, lalu menautkan telepath itu di daun telinganya. Berangsur separuh ruangannya meluruh,

    —menjelma ruang temaram kebiruan.

    Sejauh penglihatannya, Detik tak menemukan jendela di sana, sehingga langit kemerahan di luar tidak dapat menjangkau ruang yang sedang diisi Sani. Pekat oleh sinar kebiruan, sekelilingnya serba putih dan kosong, sempit, tak banyak ruang bergerak.

    Kini Sani duduk di hadapannya. Senyumnya teduh, sedang tatapnya penuh gemuruh. Tentu. Mana tega ia membalas tatap sang puan yang sedang dibuat remuk redam sebab ia sendiri.

    Barak jajaran Segani,

    Detik tahu persis ruang apa

    yang ada di balik punggung 

    sang lelaki.

Lihat selengkapnya