but, i will miss you

Da.me
Chapter #26

Irisan Keduapuluhenam | kabar yang ditunggu

Irisan Keduapuluhenam

        

kabar yang ditunggu

═════════════════

    "Tumben susah dicari. Kemarin malam kamu ke mana, Zam?"

    Detik sambut kemunculan Zaman dari balik pintu dengan pertanyaan tanpa aba-aba. Kepalanya sama sekali tidak diangkat, Zaman tidak bisa lihat apa yang sedang sibuk perempuan itu lakukan di mejanya sampai menyambut kehadirannya dengan senyum pun enggan. Setidaknya, Zaman tahu dari pertanyaan yang perempuan itu lontarkan, kehilangannya kemarin dicari juga.

    Sebelum mengambil langkah pertamanya, Zaman hela napas panjang, berusaha menghilangkan sisa sesak di benaknya. Ia butuh semalaman mengumpulkan tekad untuk kembali menemui Detik, dan bicara lagi dengannya.

    "Tumben aku dicari-cari. Biasa, kemarin aku dipanggil orang climate."

    "Oh, urusan sang pujaan hati ternyata. Bagus, bagus, kalian ada perkembangan."

    Akhirnya ia mengangkat kepalanya, memamerkan senyumnya sebentar, lalu kembali dibuat sibuk. Yang terlintas di kepala Detik saat dengar orang climate cuma Karang, dan Detik pikir, ia cukup paham pasal apa yang terjadi di antara mereka berdua.

    Meski nyatanya, sebagian besar asumsinya itu salah.

    Zaman sedang tak ingin membahas lebih jauh tentang pertemuannya dengan Karang kemarin. Yang sebetulnya hanya membahas tentang Detik dan rencana sinting Zaman untuk tidak memberitahu Detik tentang rekaman mediknya. Koreksi, bukannya tidak memberi tahu, tapi menunda. Sampai kapannya, Zaman sendiri juga tidak tahu.

    Meskipun sekarang Zaman dibuat bingung sendiri atas alasan mengapa ia bertindak sejauh itu. Jelas-jelas ia ucap pada Karang kemarin, "Kau juga tahu sendiri psikologisnya. Hampir mati tujuh kali, depresi, terkungkung, emosinya labil. Kalau ia sampai tahu, menurutmu, apa yang akan ia lakukan?"

    Dan bisa-bisanya sekalimat ucapan Karang memicu ragu besar dalam benaknya, "Kalau aku punya cara agar aku bisa menghapus Detik dari kepalamu, menurutmu, apa yang akan aku lakukan?"

    Zaman mendaratkan lagi tatapnya pada Detik yang sama sekali tak terusik akan kehadirannya. Biasa saja, seakan tak ada apa-apa, sibuk dengan apa-apa yang sebetulnya dibencinya—urusan pekerjaan. Sayangnya, semakin banyak waktu yang ia habiskan untuk mencari pembenaran pada tiap inci wajah sang puan, Zaman dibuat semakin sadar.

    "Mungkin awalnya kamu sangkal, Zam. Tapi, semakin kamu jujur, kamu bakal terkejut kalau ternyata ucapanku benar. Niat yang seperti itu nyatanya ada di benakmu, meski hanya sepersekian. Kamu memang ingin membiarkan si Segani itu terhapus sendirinya dari ingatan Detik, Zam."

Lihat selengkapnya