Irisan Keduapuluhsembilan
kebenaran
═════════════════
"Zam?"
Tak ada yang menyahuti dari dalam, Detik terobos saja ruangan Zaman. Memang sudah ada peraturan tak tertulisnya, ruangan satu sama lain berhak diterobos satu sama lain. Toh tiap sudut isinya sudah diketahui satu sama lain, tidak ada rahasia, tidak ada yang disembunyikan.
Lagipula, Detik bukannya hendak macam-macam. Catatan hasil simulasi minggu lalu miliknya tertinggal di meja Zaman. Siperfeksionis Mr. Bridenstine minta semua rekaman datanya dilampirkan, sampai ke corat-coretnya.
Detik juga hafal tempat Zaman biasa menaruh barang-barang Detik kalau tertinggal, supaya ia bisa langsung ambil sendiri—seperti sekarang. Laci meja kerjanya, kedua dari atas, yang sudah sejak lama dihak milik oleh Detik. Dan betul saja, buku catatan Detik ada di sana. Lengkap dengan pena miliknya yang bahkan Detik tak ingat sama-sama tertinggal.
Sebetulnya Detik sudah ingin pergi, namun laci nomor tiga betul-betul mengusiknya. Amplop kebesaran yang dengan kejamnya Zaman jejalkan di laci sempit begitu sama sekali tidak seperti Zaman, si apik serba tertata. Bisa jadi, Detik yang nantinya dicurigai Zaman karena sudah sembarangan membuka lacinya sampai amplop tak bersalah itu lecek terjepit laci.
Detik menarik laci itu dan tulus ingin merapikannya.
Namun yang ia dapati malah amplop laporan medik dengan namanya sendiri tertulis di sana.
═════════════════
Zaman sengaja beli dua roti lapis.
Tidak perlu tanya lagi yang satunya untuk siapa. Langkahnya sekarang sedang menuju ruangan si pemilik roti lapis yang satu, namun ternyata yang ia dapati hanya kosong. Si pemilik sedang tak di tempat. Tak masalah. Ia bisa berikan nanti-nanti. Zaman pilih menuju ruangannya, untuk menikmati roti lapis miliknya sendirian.
Oh, kebetulan sekali. Yang ingin ditemui ternyata sudah menunggunya di ruangannya sendiri.
"Sudah sarapan?"
Salahnya, Zaman tidak menaruh perhatian pada raut Detik yang sedang duduk di bangku dekat meja kerjanya, atau pada amplop putih yang kini sedang berada di atas mejanya. Jadilah ia, terlambat menyadari kalau Detik sedang menuntut penjelasan paling rasional atas keberadaan laporan mediknya bulan ini yang bisa-bisanya berada laci Zaman.
Sebab seingatnya, ia tidak pernah meminta Zaman untuk ambilkan. Meski sepersekian bagian dalam hatinya berharap kalau ia memang lupa pernah meminta Zaman untuk ambilkan. Detik hanya tidak ingin memikirkan hal buruk tentang lelaki yang sudah sepenuhnya ia percayai ini.