Irisan Ketigapuluhempat
tak berkabar juga kabar
═════════════════
Obrolan dengan Sani cukup memakan waktu, lebih banyaknya memakan energi. Sebab itu, Zaman mengurungkan niatnya untuk mengunjungi kamar Detik tengah malam. Khawatir juga kalau ia betulan bertemu Detik. Akan bilang apa dia saat lihat wajah Zaman luka-luka begitu?
Sambil memandangi tiap inci wajahnya di cermin, Zaman dibuat berpikir banyak hal. Hampir lupa kalau keunguan di sudut bibirnya perlu diolesi obat. Ah, ia dibuat terkekeh sendiri melihat obat luka di tangannya, kemudian mengernyit, bibirnya masih perih untuk dipakai tertawa kecil.
Tangannya terulur, meraih kotak kecil berwarna putih itu, membukanya, dan mengambil sejari salep lukanya. Kemudian mengolesinya pelan-pelan di lukanya. Bagaimana pun Zaman masih tak habis pikir, bisa-bisanya ada orang yang hendak menghajar orang lain bawa-bawa salep luka di sakunya.
Detik itu orang baik. Sani pun orang baik. Dan Zaman merasa keji sekali sudah bertindak sejahat itu pada keduanya. Zaman kemudian menunduk, sudah malu melihat refleksi wajah sendiri di cermin.
Ia memang berniat mengunjungi kamar Detik lagi selepas ini, sebelum kembali sibuk dengan urusannya. Seluruh anggota asosiasi dibuat sibuk setengah mati untuk lima minggu ke depan. Lima minggu lagi sisanya untuk menuju keberangkatan.
Zaman meraih mantel abu-abunya dari lemari laundry, kemudian melangkah ke luar kamarnya sambil mengenakan mantelnya. Perjalanan dari ruangannya menuju ruangan Detik cukup untuk merapikan mantelnya supaya rapi melekat di tubuhnya.
Dan sampailah ia, di depan pintu ruangan sang puan.
Zaman ragu-ragu mengulurkan tangan kanannya, membiarkan permukaan jari telunjuknya disapu sensor. Sedetik kemudian, bukannya terbuka seperti kemarin-kemarin, sensornya malah menyala warna merah, berkedip dua kali. Akses masuk Zaman ditolak.
Kemudian si lelaki dibuat tersenyum, lega.
Detik sudah pulang. Dan betulan kecewa dengannya.