Irisan Ketigapuluhtujuh
pertemuan kembali
═════════════════
"Maaf."
Tak hanya Detik, Eleah juga mulai mempertimbangkan untuk memberi gelar 'Mesin Pengucap Maaf' untuk lelaki di hadapannya. Bisa bayangkan jenuhnya Eleah yang harus dengar kata maaf dari Sani tiap malamnya?
"Sebenarnya maafmu itu untuk apa? Kalau kamu betulan merasa bersalah menggangguku tiap malam begini, harusnya bukan cuma ucap maaf di mulut. Tapi, jangan datangi aku lagi."
Bukannya Eleah tidak suka, ia hanya sudah tak habis pikir lagi atas tindakan si lelaki Segani, yang suka membubuhkan kata maaf yang tidak perlu di tiap obrolan mereka.
"Maaf karena aku tidak bisa berhenti mengganggumu. Memang, kata maaf itu, semakin sering diucap semakin terdengar hambar. Tapi aku bersungguh-sungguh tiap kali mengucapkannya padamu."
Sani bubuhkan lengkung hangat di penghujung kalimatnya, kemudian berpamitan hendak pergi, berhubung ia juga tidak bisa hilang lama-lama dari baraknya. Asalkan sudah mendengar perkembangan kondisi sang puan, ia bisa kembali dengan tenang.
"Terima kasih. Yang ini juga kuucap sungguh-sungguh."
Pintu ruangan Eleah sempurna tertutup, yang mampu ditangkap penglihatannya sekarang hanya papan namanya di pintu. Tak mau buang-buang waktu, Sani memutar tumitnya, siap mengambil langkah cepat menuju lift yang akan membawanya tiba di lantai dasar.
Hal pertama yang menyambutnya saat pintu lift terbuka hanya lobi serba putih yang lengang. Siapa juga yang akan datang ke gedung medis mendekati tengah malam? Berkat lengangnya pula, satu dua orang yang ada di sana cukup menarik perhatiannya.
Pun perempuan berambut ikal sepunggung yang matanya basah di sana. Macam hilang arah, entah hendak melangkah ke mana.
Setengah mati Sani ingin berlari ke arahnya, untuk menatap kembali lekat-lekat mata yang ia rindukan berminggu-minggu lamanya. Namun lagi, dorongan besar menahan kedua kakinya agar tak mengambil langkah. Untuk melarikan diri pun enggan. Diam saja di sana.