Irisan Ketigapuluhdelapan
diakhiri
═════════════════
Sudah hampir tengah malam, pencahayaan sepanjang selasar hanya sebatas temaram. Di tengah minim pencahayaan begitu pun Detik mampu tangkap sesosok tegap di depan pintu ruangannya dari jauh. Sedang berdiri, sambil sesekali mengetuk-ngetukkan tumitnya pada lantai, pegal. Barangkali ia sudah dibuat lama berdiri di sana.
Selasar terlalu lengang, sampai langkah ringan Detik terlalu kentara di telinga. Lelaki yang berdiri itu dibuat menoleh ke arah Detik, dan terang-terangan saja menghadirkan raut lega di wajahnya. Si lelaki tak ucap apapun sampai Detik betul-betul berdiri di hadapannya, lekat-lekat menatap ke dalam kedua netranya, mencoba menebak ada niat apa tengah malam mencegat di depan pintu.
Sejenak Si Lelaki berharap, semoga saja Detik mampu membaca rindu di dalam kedua matanya. Sudah berapa minggu tak bertemu? Ia sudah lelah menghitung.
"Malam ini, banyak sekali orang yang mengajakku bicara."
"Maaf. Kalau kamu keberatan—"
"Enggak masalah. Aku memang sedang ingin banyak bicara. Ayolah, sudah berapa minggu aku kehilangan teman bicara? Kepalaku penuh, Zam."
Detik bubuhkan lengkung hangat di wajahnya, dan Zaman dibuat mengembuskan napas lega sekali lagi. Setidaknya, amarah Detik sudah mereda. Senang sekali bisa kembali melihat senyum Detik yang seperti ini.
═════════════════