but, i will miss you

Da.me
Chapter #40

Irisan keempatpuluh | kebohongan terakhir

Irisan Keempatpuluh

kebohongan terakhir

═════════════════

"Sekarang bilang. Kenapa kamu selalu tahu kapan Ruang Atlas kosong."

Terima kasih untuk kopi kalengan dari mesin otomatis, Detik dibuat mau bicara lagi dengan Sani. Keduanya melanjutkan perjalanan menuju Ruang Atlas yang sempat tertunda tadi sebab perselisihan kecil pasal warna pakaian.

"Siapa juga yang mau ke Ruang Atlas di Hari Putih begini, cantik."

Dipelototi Detik begitu, Sani buru-buru mengulum senyumnya, tahu sudah salah bicara. Sebetulnya, memang sengaja ia ucap begitu, senang saja menggoda perempuan yang jarang berdandan ini. Kapan lagi?

"Iya, cuma aku, kamu."

Hanya hari ini, pintu gerbang asosiasi terbuka lebar-lebar untuk seluruh anggota asosiasi. Semua anggota diperbolehkan untuk pulang hanya untuk satu hari. Setidaknya berlibur dan berjalan-jalan di luar dinding asosiasi bagi mereka yang tidak akan berangkat ke Eden. Atau bagi mereka yang akan diberangkatkan, hari ini jadi hari sempurna untuk menikmati detik-detik terakhir di bumi sebelum pergi sampai entah kapan. Barangkali untuk selamanya.

"Padahal aku mau lihat gajah sungguhan, bukan VR-nya Ruang Atlas. Itu, gajah peliharaanmu."

"Perjalanan ke sana butuh berjam-jam, waktu kita nanti habis di jalan."

"Memangnya kalau naik Icarus Express butuh berapa jam?"

"Hampir sepuluh jam. Aku bisa-bisa muntah mabuk perjalanan Tik."

"Wah, gampang mabuk perjalanan begitu memangnya bisa ya lulus jadi anggota Jajaran Segani?"

"Hm, harusnya aku tidak lulus saja ya waktu itu?"

Detik mengangguk, kemudian tersenyum. Entah pembicaraan macam apa yang sedang mereka lakukan, entah pula harus dibuat tertawa atau sedih. Keduanya tidak bicara apa-apa lagi, berhubung pintu Ruang Atlas sudah di depan mata. Sani yang masuk terlebih lebih dulu, kemudian diikuti Detik di belakang. Keduanya langsung menuju ruang kendali dan Detik mempersilakan Sani untuk duduk di bangku kendalinya.

Berhubung sudah disepakati sejak semalam, Sani langsung masukkan saja koordinat rumahnya pada kolom koordinat. Sampai sejenak jari-jarinya yang sibuk dibuat terdiam, menggantung di udara,

"Ada apa?"

"Tidak apa-apa."

Sani kembali menggerakkan jari-jarinya, mengisi kolom koordinat waktu pada layar kendali Ruang Atlas. Kemudian mempersilakan Detik untuk menekan tombol aktifnya, dan sekeliling mereka yang sempurna dibuat gulita. Keduanya tidak ucap apa-apa, menunggu saja sampai Ruang Atlas selesai menyinkronisasikan semuanya. Dan rumah sederhana yang tampak tak asing kini kembali berada di hadapan mereka.

"Iya, itu rumahku. Kita baru bertemu lima bulan lalu, mungkin agak terburu-buru untuk memperkenalkanmu dengan keluargaku, aku juga masih ingin mengenalmu lebih jauh. Tapi, aku enggak punya waktu lagi.

Oh, aku juga punya gajah di halaman belakang. Tertarik masuk?"

Kekehan pelan keluar dari bibirnya. Meski samar-samar, Detik belum lupa kalimat yang Sani ucap di hari pertemuan pertamanya dengan Sani. Hanya saja diucap dengan cara yang jauh berbeda. Seingatnya, hari itu wajah Sani tengilnya bukan main, menyebalkan. Lain dengan hari ini. Menyenangkan sekali melihat senyum Sani yang seperti ini.

Sani mengambil langkah pertamanya, melalui pintu gerbangnya yang sudah berkarat di mana-mana. Kemudian keduanya masuk lebih dalam, Sani mendorong pintu bercat putih di hadapannya yang decitannya lebih melengking dari sebelumnya, Detik yang mengekor di belakang dibuat mengernyit sejenak.

Lihat selengkapnya