Rinai langsung memeluk ayah dan ibunya setelah melihat keduanya ada di rumah kemudian dengan tergesa menyerobot duduk ditengahnya tanpa rasa malu.
"Ibu sama Ayah kapan sampainya?" tanya Rinai penasaran menoleh bergantian pada Ayah dan ibunya meminta penjelasan.
"Baru aja, kamu ini bukannya bersih-bersih malah nempel-nempel," sahut ibu geleng-geleng.
"Aku kan wangi," bela Rinai.
"Iya wangi... keringat tapi," sambung Ayah membuat Irena terkekeh kecil.
"Ibu, ayahnya nih ngeselin!" adu Rinai cemberut.
Irena hanya tersenyum tipis kemudian memegang bahu Rinai agar berdiri lalu membawanya menuju kamar mandi.
"Sana mandi dulu! nanti kamu bisa makan martabak ketan hitam kesukaan kamu," bujuknya.
"Serius Bu?"
"Iya, ayah tuh tadi katanya beli khusus buat kamu, cepetan mandi nanti martabaknya keburu abis."
Rinai akhirnya bisa memakan martabak rasa ketan hitam kesukaannya setelah bersih-bersih badan. Martabak yang dibelikan sang Ayah sangat enak dan membuat Rinai kenyang tanpa harus pakai nasi. Ayahnya memang the best, tau betul apa yang anaknya inginkan, Rinai merasa menjadi anak paling beruntung di dunia.
Lalu dia mengambil handphone dan menuliskan nama-nama berawalan huruf A. Sudah ada 30 nama tertulis disana namun entah ada yang memang berkaitan dengan pangerannya. Rinai terus menerus menuliskan nama-nama itu sampai tangannya terasa kebas.
"Diantara nama-nama yang aku tulis pasti ada satu nama yang bener tapi masalahnya yang mana?" bingung Rinai terus memperhatikan tulisannya.
Rinai menghela napas berat kemudian lanjut mengamati nama-nama itu dengan seksama.
"Apa namanya Aksara atau Aldino atau Alvin atau..." Rinai berdecak kesal menyimpan buku itu dengan berat hati. Lagipula menebak tanpa mendapatkan jawaban pasti itu sangat tidak enak alias kosong kepastian sehingga akan sia-sia saja ia melakukan ini. Sekarang ia hanya perlu tidur daripada terus memikirkan hal macam teka-teki.
***
Michelle langsung menghampiri Rinai ke kelasnya dengan senyuman terbaik diwajahnya kemudian duduk di salah satu bangku. Dia ingin Rinai dekat dengannya seperti dulu saat pertama kali masuk sekolah namun sekarang ia harus agak berjauhan karena beda kelas.
"Rin, nggak ke kantin?" tanya Michelle soalnya meski ini masih pagi jajan juga perlu.
"Nggak mau," tolak Rinai malas.
Michelle mengernyit bingung. "Kenapa? kan biasanya kamu beli bala-bala sama gehu pedas."
"Lagi males jajan, Chel."
Michelle mengangguk kecil tapi tak menyerah untuk mengajak Rinai keluar dari kelas. Sebenernya Rinai itu salah satu sahabatnya yang menyenangkan tapi setelah berpisah kelas entah mengapa sikapnya agak berbeda kepada Michelle.
"Ada tamu nih!" ujar Gion sambil membanting tasnya ke bangku asal.