"Rain, hiks, papa, Rain, hiks papa jatuh dari tangga, tolong kamu pulang yah," suara itu menghentikan aktivitas meeting ku di penghujung hari, ternyata hari ini datang juga, hari yang mewajibkan ku kembali dalam kemelut istana yang dibangun kedua orang tua biologis ku.
"Baiklah ma," jawab ku tanpa basa basi panjang.
Aku bergegas mengakhiri meeting ini, menata kembali isi dalam tas ku dalam perasaan yang tak menentu. Dia tetap orang tua ku sebrengsek apapun papa ku dia tetap orang yang penting dalam hidup ku.
Aku berusaha menyembunyikan kepanikan dari wajah ku, mencoba bersikap seprofesional mungkin untuk tetap fokus hingga akhir meeting. Tapi, dia yang tahu bagaimana kebiasaanku menanyakan apa yang terjadi di rumah, aku hanya berkata papa jatuh dan semua orang uhmbh maksudku anak-anaknya sedang meluncur ke rumah dengan jet bahkan helikopter pribadi milik mereka. Aku mencari tiket pesawat dari aplikasi burung biru, mencari penerbangan terdekat di senja yang sudah hampir habis di ufuk sana, dia yang dua tahun ini padanya ku abdikan diri tiba-tiba mengajukan diri untuk mengantar ku pulang kembali ke sangkar emas yang darinya aku melarikan diri.
"Aku antar boleh?" ucapnya sembari menyisir puncak kepala ku dengan jemarinya.
"Sinting! kamu mau aku bilang ke keluarga ku apa?," wajah datar ku yang tak menoleh padanya membuat dia mendengus kesal dan balik bertanya pada ku apa aku malu punya kekasih lebih tua dari aku? dia terkekeh konyol dan mencubit pipi ku dengan gemas.
Jarak usia kami memang jauh, tapi bukan itu masalah utamanya, kalau keluarga besar ku tahu aku terjebak dengan cinta konyol ini semua keluarga besar ku akan membawa ini ke persidangan militer, atau mungkin aku akan diperhadapkan dihadapan regu tembak milik mama ku. Kisah romantis sepertinya tidak pernah ada dalam kamus percintaan ku, sama seperti dongeng-dongeng princess yang dibuat berbeda dari kisah sebenarnya, kisah cinta ku juga sama menyedihkannya jatuh cinta pada hal yang tidak mungkin.
Aku menciptakan masalah yang tak sepantasnya! aku berbuat terlalu jauh untuk menentang keluarga ku, tapi cinta tetap cinta. Bukankah memang seharusnya begitu?
"Aku tidak ingin berdebat dengan mu! jadi tolong hentikan keras kepala mu, aku tahu benar siapa yang aku hadapi."
Ucapanku mungkin menyakitkan tapi posisi ini sama sekali tidak menguntungkan kami, keluarga nya keluarga ku adalah suatu ketidak mungkinan yang selalu aku semogakan. Dia hanya mendengus kesal memberi ku kartu kredit dan secepat kilat memesankan ku grab.
"Aku kembali ke kantor, tiba di rumah beri aku kabar untuk memastikan mereka tidak membunuh putri bengal mereka." Senyuman tipisnya mengembang dengan sempurna membuatku enggan meninggalkannya.
"Mungkin mereka sudah punya cukup banyak informasi tentang kita." mata ku menatapnya lekat.
"Aku berdoa pada semesta untuk tetap memiliki mu, haishhh aku lelah dengan perselisihan konyol nenek moyang kita." Dia hanya menggenggam jemariku erat.
Aku tersenyum, menarik lengannya mencium pipinya dan segera menghambur pergi.